JAKARTA - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) bijak dalam menentukan judicial review Undang-Undang (UU) Pemilu soal sistem pemilu proporsional terbuka
"MK secara bijak memberikan rambu-rambu tidak hanya serentak saja tapi memberikan fleksibilitas," ujar dia melalui keterangan tertulis, Jumat 24 Februari, disitat Antara.
Tak jauh berbeda dengan Titi, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan perlunya untuk melembagakan sistem politik di Indonesia agar menghindari konflik kepentingan.
"Semua pejabat sekarang main medsos dan Twitter. Twit-nya itu sebagai pejabat atau pribadi? Campur aduk," ucap Jimly.
BACA JUGA:
Menurutnya, modernisasi peradaban harus memisahkan urusan privat dan urusan publik. Apabila tidak bisa memisahkan kedua hal tersebut, maka berpotensi terjadi korupsi dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
"Jadi gara-gara medsos ini, sedang berlangsung gejala umum institusionalisasi politik," kata eks Ketua MK tersebut.
Sementara itu Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengatakan menyatakan, eksplorasi terhadap pilihan sistem pemilu tidak boleh hanya dilakukan pada perspektif praktis-pragmatis belaka, tetapi harus dilakukan guna penguatan demokrasi Pancasila.
"Sistem proporsional terbuka maupun sistem proporsional tertutup sebenarnya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing," kata Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Kemenkumham Yunan Hilmy.