Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengatakan, vaksinasi untuk melawan pandemi COVID-19 bakal dimulai pada pekan kedua Januari ini atau pekan depan. Dia akan menjadi penerima vaksin pertama demi meyakinkan masyarakat.

"Insyaallah nanti minggu depan ini dimulai, sudah dimulai disuntik vaksin. Nanti yang pertama kali disuntik saya," kata Jokowi dalam acara yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden.

Eks Gubernur DKI Jakarta ini berharap izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) oleh BPOM bisa segera dikeluarkan, sehingga program vaksinasi bisa segera dijalankan.

"Kita harapkan nanti (EUA) minggu ini atau minggu depan keluar, setelah itu mungkin sehari atau dua hari setelah itu langsung saya yang disuntik, yang pertama divaksinnya," ungkap dia.

"Selanjutnya dokter dan perawat kemudian seluruh masyarakat," imbuh Jokowi.

Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai, pernyataan ayah Kaesang Pangarep ini tentang tanggal vaksinasi pertama ini, berarti memberikan tekanan kepada BPOM selaku pihak yang mengeluarkan izin darurat. 

"Kalau misalnya presiden bilang, saya tanggal 13 divaksin, itu tekanan terhadap BPOM menurut saya," kata Miko saat dihubungi VOI, Kamis, 7 Januari.

DPR meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak terbebani dengan target penyuntikan vaksin COVID-19. Batasnya bukan waktu tapi ketuntasan hasil uji klinis tentang efektifitas dan efikasi. Baca selengkapnya di "BPOM Tak Boleh Buru-buru Keluarkan Izin Penggunaan Darurat Vaksin COVID-19"

Menurutnya, kurang tepat jika pemerintah menyebut tanggal tertentu untuk program vaksinasi. Sebab, dia menilai, hal-hal semacam ini harusnya dikeluarkan oleh BPOM karena mereka yang lebih paham tentang vaksin COVID-19 yang akan digunakan.

"Yang mengizinkan tuh siapa seharusnya, presiden atau BPOM? Kalau BPOM ya sudah, kalau izin itu belum keluar artinya Departemen Kesehatan tak akan melakukan vaksinasi," ungkapnya.

Dia juga menilai, pernyataan yang diungkapkan berkali-kali oleh Presiden Jokowi ini bisa saja membuat BPOM bekerja terburu-buru. Tapi, dia masih punya keyakinan BPOM akan independen dan tak akan tunduk pada tekanan berbagai pihak.

"BPOM akan independen pasti, karena mereka kan punya ahlinya. Menurut saya, ahli itu enggak akan ikut-ikutan keputusan politik. Jadi ya mudah-mudahan," jelas Miko.

"Kalau BPOM independen, dia harus sesuai dengan evaluasi terhadap vaksin yang digunakan di Indonesia seperti misalnya Sinovac. Kalau evaluasinya sudah oke ya, oke saja," imbuhnya.

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta agar BPOM tak perlu merasa terbebani dengan keharusan mengeluarkan izin pada waktu tertentu. Karena dia menilai, batasan analisis sebelum mengeluarkan izin ini harusnya ditentukan dengan ketuntasan hasil bukan berdasarkan waktu tertentu.

"Batasnya bukan waktu, maksudnya harus diizinkan pada tanggal segini, segitu. Tapi batasnya adalah ketuntasan hasil uji klinis tentang efektivitas dan efikasi dari virus tersebut," tegas Mufida dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

Dia menilai BPOM sebaiknya melakukan kajian mendalam soal plus minusnya vaksin sinovac. "BPOM tak perlu terbebani harus keluarkan izin pada tanggal tertentu," katanya.

BPOM, sambungnya, hanya perlu menjamin keamanan, efikasi, dan mutu vaksin karena pemerintah harus menjamin semua vaksin yang beredar telah memenuhi standar kelayakan dan mendapatkan izin untuk dapat diedarkan dan halal. 

Tak hanya itu, dia menilai BPOM sebagai pemberi izin harus dijauhkan dari tekanan berbagai pihak supaya mereka dapat bekerja dengan baik seuai dengan standar dan prosedur ilmiah. 

"Kami mendukung penuh BPOM untuk bekerja sesuai dengan standar dan prosedur ilmiah yang selama ini menjadi ciri khas BPOM," katanya.

Perihal penyuntikan vaksin ini, pihak istana melalui Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan, Presiden Jokowi bakal divaksinasi pada Rabu, 13 Januari dan mekanismenya bakal dibahas pada Jumat, 8 Januari mendatang.

Dia menyatakan, proses vaksinasi ini bakal disiarkan langsung dengan tujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin COVID-19 ini.

Infografis oleh Raga Granada/VOI