Ribka Tjiptaning yang Menolak Vaksinasi COVID-19, Kini Mengurusi Minyak dan Listrik
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning menyatakan menolak vaksinasi COVID-19 dalam RDP di DPR dengan Menkes, 12 Januari (Tangkap layar YouTube DPR RI)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning dipindah dari Komisi IX yang mengurusi masalah kesehatan dan sosial ke Komisi VII bidang energi riset dan teknologi, serta lingkungan hidup. Perpindahan ini terjadi setelah Ribka berkomentar tegas soal penolakan vaksinasi COVID-19.

Melalui Surat Fraksi PDIP DPR Nomor 04/F-PDIP/DPR-RI/I/2021 tertanggal 18 Januari, Fraksi PDIP melakukan perpindahan terhadap sejumlah anggotanya dan salah satunya Ribka Tjiptaning. Berdasarkan surat tersebut, Ribka mendapat penugasan baru di Komisi VII yang bertolak belakang dengan latar belakangnya yang pernah menjadi dokter.

Selain Ribka, ada nama lain yang juga ikut digeser dari ke komisi yang baru yaitu Johan Budi Sapto Pribowo dari Komisi II ke Komisi III, Marinus Gea dari Komisi III ke Komisi XI, dan Ihsan Yunus dari Wakil Ketua Komisi VIII menjadi anggota Komisi II.

Secara tegas PDIP mengaku perpindahan Ribka ini bukan karena pernyataannya beberapa waktu lalu yang menolak vaksinasi COVID-19. Menurut Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto, perpindahan ini hanyalah rotasi biasa yang memiliki alasan tertentu.

"Ini rotasi biasa saja. Tetapi setiap keputusan politik pasti ada argumentasinya, yang barang tentu argumen tersebut didukung oleh fakta," kata Bambang pada wartawan, Selasa, 19 Januari.

Namun, meski mengatakan perpindahan ini adalah hal yang biasa namun dia tetap meminta agar anggota fraksi yang mengalami pemindahan untuk mengintropeksi diri sendiri.

"Semua pihak yang terkena rotasi silakan melakukan retrospeksi dan introspeksi," tegasnya.

Tertawa saat menerima surat

Meski dipindah dari komisi yang telah ditempatinya selama 17 tahun belakangan, Ribka mengaku tak mempermasalahkan keputusan ini. Meski begitu, dirinya mengaku sempat tertawa setelah mendapat surat yang isinya menyebut dia dipindahkan ke Komisi VII.

"(Dirotasi, red) senyum-senyum aja sambil ketawa-ketawa. Lucu juga ya dokter urus minyak dan listrik," kata Ribka kepada wartawan.

"Biasa urus orang sakit dan rumah sakit, sekarang harus belajar naik tangga betulin lampu mati," imbuhnya.

Saat ditanya mengenai alasan pemindahan ini, Ribka enggan menjawabnya lebih jauh. Dia menyebut, bukan dirinya yang berwenang untuk menjelaskan perihal pemindahan ini melainkan pimpinan fraksi.

Yang jelas, kata dia, surat ini telah diterimanya sejak Senin, 18 Januari dan per Selasa, 19 Januari dia telah bekerja di Komisi VII DPR RI.

"Aku enggak tahu. Tahu-tahu kemarin sore ada surat di kantor dipindahkan hari ini," tegasnya.

Fraksi PDIP boleh saja menyebut pemindahan ini tak terkait dengan pernyataan yang disampaikan Ribka saat rapat kerja antara Komisi IX DP dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala BPOM dan Dirut Bio Farma, Selasa, 12 Januari. 

Kala itu, Ribka menolak vaksinasi COVID-19 dan menyebut dirinya lebih memilih membayar denda. Dia menolak vaksinasi karena menilai uji klinis tahap tiga terhadap vaksin COVID-19 yang akan digunakan belum selesai dilakukan. Ditambah, ada banyak pengalaman buruk soal vaksin, di antaranya ada cerita tentang anak yang baru divaksin polio malah mengalami kelumpihan.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, perpindahan komisi ini jelas sebagai sebuah hukuman atau sanksi karena sebagai anggota partai pendukung pemerintah, Ribka justru mengeluarkan pernyataan yang kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah.

"Apa yang dikatakan oleh Ribka yang menolak vaksin bahkan sampai ke anak cucunya dan siap didenda adalah bentuk dari tindak indispliner. Makanya dia kemudian digeser dan dipindah ke komisi lain," kata Ujang saat dihubungi VOI.

Bukan hanya dianggap kontraproduktif dengan sikap pemerintah, pernyataan Ribka ini juga dianggap telah menampar partainya sendiri. "PDIP itu adalah partai utama pendukung presiden dan presidennya dari PDIP tapi anggotanya malah menolak divaksin," tegasnya.

"Jadi ini lucu, aneh, dan ajaib. Sekaligus geli," imbuhnya.

"Kalau tidak mau mengikuti ya tentu akan didepak atau digeser-geser. Begitulah. Itu memang konsekuensi berpartai harus siap digeser jika tak sepakat dengan kebijakan partai dan kebijakan presiden yang didukung," pungkasnya.