JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP Ribka Tjiptaning menegaskan menolak vaksin COVID-19. Mbak Ning, sapaannya, lebih memilih membayar denda bila disanksi karena menolak vaksinasi COVID-19.
“Kedua, persoalan vaksin, saya tetap tidak mau divaksin. Saya tetap tidak mau divaksin mau sampai 63 tahun bisa divaksin, saya 63 ini. Di DKI semua anak cucu saya (kalau) dapat sanksi Rp5 juta, mending gw bayar, jual jual mobil kek. Begimana Bio Farma masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain,” kata Ribka Tjiptaning dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin, Kepala BPOM dan Dirut Bio Farma yang disiarkan lewat YouTube DPR RI, Selasa, 12 Januari.
Bukan tanpa alasan politikus PDIP Mbak Ning ini menolak vaksinasi COVID-19. Ribka Tjiptaning punya pengalaman soal vaksin lainnya yang justru membawa kerugian.
“Pengalaman saya saudara menteri, ini saya ngomong lagi di rapat, vaksin polio malah lumpuh layu di Sukabumi. Terus anti kaki gajah di Majalaya mati 12, karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk ke Indonesia Rp 1,3 triliun waktu saya ketua komisi. Saya ingat betul itu, jangan main-main vaksin, saya menolak vaksin, kalau dipaksa HAM, pelanggaran HAM. Nggak boleh maksa begitu,” papar Ribka tegas di depan Menkes.
Selain itu, Ribka Tjiptaning mempertanyakan jenis vaksin COVID-19 yang bakal digratiskan untuk masyarakat Indonesia.
“Saya tanya ini yang mau digratiskan semua rakyat ini yang mana? Wong ada 5 macam, Rp584 ribu, Rp292 ribu, Rp116 ribu, Rp540 ribu sampai Rp1 juta 80 ribu, Rp 2,1 juta,” kata Ribka.
“Masalah rapid, masalah swab aja, saya bilang Bu Penny (Penny Lukito Kepala BPOM, red) belum ada eceran tertinggi berapa,” sambung dia.
BACA JUGA:
Vaksinasi COVID-19 Mulai Besok
Kementerian Kesehatan memastikan proses vaksinasi akan dilakukan mulai besok. Pada tahap pertama vaksin akan disuntikan kepada seluruh tenaga kesehatan yang ada di Tanah Air, dengan totalnya mencapai 1,48 juta orang.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berujar, vaksinasi tahap pertama memang harus diberikan kepada tenaga kesehatan. Sebab, mereka merupakan yang paling berpeluang besar terpapar virus ketika merawat pasien positif COVID-19.
"Tahapan ini bisa mulai besok Minggu ini, kemudian rolling mudah-mudahan di akhir Februari ini bisa selesai. Di seluruh dunia tahapan ini sama kenapa diberikan ke nakes? Karena kriterianya diberikan ke orang-orang yang berisiko tinggi untuk terpapar," katanya, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa, 12 Januari.
Setelah tahap pertama selesai, kata Budi, selanjutnya yang akan mendapatkan suntikan vaksin adalah petugas publik. Di mana, petugas publik ini adalah orang yang tugas sehari-harinya bertemu dengan banyak orang.
"Kita akan berikan ke 17,4 juta petugas publik. Nah ini agak berbeda dengan banyak negara lain, karena negara lain ada sebagian besar menaruh lansia dulu baru petugas publik dengan reason yang sama tadi. Bukan alasan ekonomi, bukan alasan politik bukan alasan sosial tapi lebih ke alasan kemanusiaan," tuturnya.
Namun, kata Budi, lansia ditempatkan di urutan 2B. Artinya, kelompok ini baru akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 setelah petugas publik selesai divaksinasi. Alasannya, karena ada batasan usianya, yakni hanya mencapai 59 tahun. Target lansia yang akan menerima vaksin sebanyak 21,5 juta orang.