Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar tidak terbebani dengan target penyuntikan vaksin COVID-19. 

Saat ini, meski pemerintah telah melakukan distribusi vaksin COVID-19 ke seluruh wilayah Indonesia, izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (UEA) BPOM belum dikeluarkan.

"Batasnya bukan waktu, maksudnya harus diizinkan pada tanggal segini atau segitu. Tapi, batasnya adalah ketuntasan hasil uji klinis tentang efektifitas dan efikasi dari virus tersebut," papar Mufida dalam keterangan di Jakarta, dilasir Antara, Rabu, 6 Januari. 

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) justru meminta BPOM untuk melakukan kajian komperhensif sebelum mengeluarkan izin tersebut. Percuma, bila izin dikeluarkan tetapi hasil vaksin jauh dari maksimal. 

"BPOM tidak perlu terbebani harus keluarkan izin pada tanggal tertentu," kata dia. 

BACA JUGA:


Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menyebutkan, target vaksinasi COVID-19 akan rampung dalam waktu 15 bulan. Namun permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar vaksinasi ini rampung dalam waktu setahun. 

"Kami merencanakan dalam jangka waktu 15 bulan kami bisa menyelesaikan vaksinasi ke 181 juta rakyat Indonesia. Namun, tadi di ratas Bapak 

Presiden memberikan tantangan apakah bisa dipercepat sehingga bisa selesai dalam waktu 12 bulan. Kami akan berusaha keras dan kami butuh dukungan untuk melakukan ini," kata Budi dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden usai rapat terbatas, Rabu, 6 Januari.

Budi memaparkan saat ini sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac asal China sudah didistribusikan ke-34 provinsi di Indonesia. Pengiriman ini kata dia sudah dilakukan sejak Minggu, 3 Januari lalu dan ditargetkan akan selesai paling lambat pada 7 Januari mendatang. 

Nantinya setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (UEA) maka pemberian vaksinasi bisa dilakukan.