Ditangguhkan, Anggota FPKS DPR Minta Pemerintah Asesmen Vaksin AstraZeneca
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah melakukan asesmen menyeluruh terhadap vaksin COVID-19 jenis AstraZeneca. Setelah menyatakan menunda penggunaan vaksin asal Inggris itu hingga ada hasil penelitian organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) terkait efek sampingnya. 

 “Sebagaimana diketahui, tidak dilakukan uji klinis vaksin AstraZeneca di Indonesia. Saya mendukung penundaan penggunaannya dan meminta pemerintah melakukan asesmen menyeluruh," ujar Netty dalam keterangannya ditulis Kamis, 18 Maret.  

Ia mengingatkan pemerintah tak terburu-buru memberikan izin darurat penggunaan apabila belum jelas hasil penelitiannya.

"Jangan sampai kita kecolongan karena tergesa-gesa memberikan izin penggunaan darurat," kata politikus PKS itu.

Lebih lanjut, Netty menilai, meskipun vaksin AstraZeneca diperoleh dengan skema COVAX-WHO (secara gratis), bukan berarti pemerintah bisa mengabaikan uji klinis terhadap efikasi, kualitas dan kehalalannya. “Semua harus transparan, jangan ada yang disembunyikan,” tegas Netty.

Netty juga meminta pemerintah agar memastikan nasib 1,1 juta dosis serta 50 juta dosis vaksin AstraZeneca yang sudah didatangkan dan dibeli pemerintah. Termasuk antisipasi masa kadaluarsa vaksin apabila nantinya boleh digunakan.

“Bagaimana nasib 1,1 juta vaksin yang sudah didatangkan dan 50 juta yang sudah  dibeli pemerintah? Menurut info, masa kadaluarsa 1,1 juta dosis tersebut hanya sampai Mei 2021. Sekarang sudah memasuki pertengahan Maret. Bagaimana kalau kita tidak mampu menggunakan vaksin tersebut sebelum masa kadaluarsanya habis?” kata Netty.

Karenanya, dikatakan Netty, Pemerintah harus segera mencari solusi atas persoalan tersebut. Kejadian ini, kata dia, juga harus menjadi catatan pemerintah agar tidak tergesa-gesa dalam melakukan pembelian dan mendatangkan vaksin. 

"Jangan sampai karena skema vaksin gratis, kita jadi lemah dan tidak mandiri. Penting juga dijelaskan pada masyarakat apakah skema vaksin gratis COVAX-WHO ini  benar-benar bantuan murni  bebas syarat. Jangan sampai publik berpikir, 1,1 juta dosis gratis didapatkan karena bersedia membeli 50 juta dosis lainnya,” kata legislator Jawa Barat ini.

Selain itu, Netty juga mendorong Pemerintah agar menggencarkan sosialisasi mengenai vaksin dan vaksinasi. Menurutnya, sosialisasi harus masif dan efektif, untuk mencegah beredarnya informasi hoaks dan tidak berdasar. 

"Sosialisasi vaksin juga jangan monoton. Gandeng tokoh masyarakat dan influencer yang sikap dan ucapannya didengar dan diikuti. Hati-hati, jangan salah pilih role model yang malah memberikan contoh buruk pada masyarakat,” tandas Netty. 

Diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merekomendasikan vaksin COVID-19 Astrazeneca tidak digunakan di Indonesia selama masih proses kajian, menyusul isu keamanan pada vaksin tersebut yang akhirnya ditangguhkan di 15 negara.

"Untuk kehati-hatian, BPOM bersama dengan tim pakar Komnas Penilai Obat, Komnas PP KIPI, dan ITAGI melakukan kajian lebih lanjut sejak diketahui isu keamanan tersebut. Selama masih dalam proses kajian, vaksin COVID-19 Astrazeneca direkomendasikan tidak digunakan," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam keterangannya di Jakarta, Rabu malam, 17 Maret.

BPOM menyebut penundaan tersebut juga dilakukan sehubungan karena adanya kasus pembekuan darah yang termasuk dua kasus fatal di Austria dan Denmark yang diduga setelah penyuntikan vaksin COVID-19 Astrazeneca bets tertentu (ABV5300, ABV3025 dan ABV2856).

Namun, meskipun vaksin COVID-19 AstraZeneca dengan nomor bets ABV5300, ABV3025, dan ABV2856 tidak masuk ke Indonesia dan demi kehati-hatian, rekomendasi tidak digunakan tersebut dikeluarkan BPOM yang selanjutnya terus menjalin komunikasi dengan WHO dan badan otoritas obat negara lain hasil investigasi dan kajian yang lengkap serta terkini terkait dengan keamanan vaksin itu.