JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto menilai vonis penjara 1 tahun 6 bulan yang dijatuhkan pada Richard Eliezer atau Bharada E sudah tepat.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dianggap tetap mempertimbangkan pemberian hukuman.
"Menurut saya sudah tepat. Hakim sudah mempertimbangkan bahwa E adalah pelaku sehingga tetap dihukum," kata Aan kepada VOI, Rabu, 15 Februari.
Dengan pemberian hukuman ini, efek jera dinilai bisa tetap dirasakan Richard. Namun, di sisi lain, hakim tetap memperhatikan status justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama.
"Sehingga (Bharada E, red) dihukum rendah," tegasnya.
Richard divonis 1 tahun 6 bulan penjara karena terbukti bersalah dan terlibat dalam rangkaian kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Nopriansyah alias Brigadir J. Ia dinilai bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke (1) KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 15 Februari.
Majelis hakim berpendapat sebenarnya Bharada E memiliki kesempatan untuk mencegah Yosua atau Brigadir J tewas di rangkaian pembunuhan berencana. Misalnya, saat proses eksekusi dia bisa mengarahkan tembakanannya ke tubuh Brigadir J yang bukan bagian vital.
Hanya saja, terdakwa tidak melakukan hal itu. Bharada E justru menembakan senjata api (senpi) jenis Glock-17 miliknya ke arah dada kiri Brigadir J. Bagian itu merupakan daerah vital setiap orang karena tempat jantung berada.
Dalam kasus ini, majelis hakim juga sudah memvonis eks Kadiv Prompam Polri Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi; Kuat Ma'ruf; dan Ricky Rizal. Ferdy Sambo dijatuhi vonis mati. Sementara Putri Candrawathi dijatuhi vonis penjara 20 tahun.
BACA JUGA:
Kemudian, majelis hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 15 tahun bagi Kuat Ma'ruf. Sedangkan, Ricky Rizal dijatuhi 13 tahun penjara.