JAKARTA - Pakar hukum Faisal Santiago menilai pengurangan hukuman bagi eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dari sembilan tahun menjadi lima tahun sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan.
"Pertama soal kasus KKP , jujur saja itu tidak mencerminkan rasa keadilan," kata Faisal Santiago saat dihubungi di Jakarta, Selasa 14 Februari, disitat Antara.
Alasannya, kata Faisal, orang yang divonis tersebut menjabat menteri atau pejabat saat terlibat kasus korupsi. Sebagai petinggi pemerintahan seharusnya Edhy memberikan contoh tidak melakukan perbuatan melawan hukum seperti korupsi.
Anehnya, Mahkamah Agung menyunat hukuman pidana penjara Edy yang terbukti terlibat perkara suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur sebanyak empat tahun. Alasannyapun tidak kalah aneh, yaitu dilihat dari keberhasilannya saat menjadi Menteri KKP.
Ia mengatakan keberhasilan politikus Partai Gerindra pada sektor perikanan memang harus diakui. Namun, tidak memiliki korelasi dengan putusan hakim Mahkamah Agung terkait kasus korupsi yang dilakukannya.
"Itu mencerminkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat," ujar Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur itu.
BACA JUGA:
Putusan kasasi perkara yang melibatkan eks Menteri KKP Edhy Prabowo diketuai Sofyan Sitompul dengan anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih serta Panitera Pengganti Agustina Dyah Prasetyaningsih.
Dalam putusannya, Mahkamah Agung menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama enam bulan.
Kedua, menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun terhitung sejak terdakwa menyelesaikan atau menjalani pidana pokok.