Hukuman Edhy Prabowo Disunat MA 4 Tahun, KPK Tagih Komitmen Berantas Korupsi
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo. (Antara/M Risyal Hidayat)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan upaya pemberantasan korupsi bukan hanya dilakukan oleh pihaknya tapi juga penegak hukum lainnya.

Peringatan ini disampaikan setelah Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari sembilan tahun menjadi lima tahun. Edhy dihukum karena terbukti menerima suap terkait perizinan ekspor benih bening lobster (BBL).

"Pemberantasan korupsi butuh komitmen kuat seluruh elemen masyarakat. Terlebih tentu komitmen dari penegak hukum itu sendiri," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 Maret.

Ali mengatakan, korupsi harusnya jadi musuh bersama dan dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang penanganannya dilakukan dengan cara luar biasa. "Satu di antaranya tentu bisa melalui putusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan juga mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa terulang," ujarnya.

Pemberian efek jera ini, sambung Ali, dirasa penting sebagai esensi dari penegakan hukum tindak pidana korupsi di Tanah Air. Cara pemberiannya pun beragam, seperti besarnya putusan pidana pokok atau badan, pidana tambahan uang pengganti, maupun pencabutan hak politik.

"Oleh karenanya, putusan majelis hakim seyogyanya juga mempertimbangkan hakikat pemberantasan korupsi sebagai extraordinary crime," tegas Ali.

Diberitakan sebelumnya, MA menganggap Edhy telah bekerja dengan baik selama menjadi menteri hingga menyunat hukumannya sebanyak empat tahun.

Dalam pertimbangan majelis kasasi, disebutkan Edhy telah menjalankan jabatannya dengan baik karena mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 yang bertujuan untuk pemanfaatan benih lobster.

"Yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster di Indonesia sangat besar. Lebih lajut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tersebut eskportir disyaratkan untuk memperoleh benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL," tulis pertimbangan itu.

"Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat, khsususnya nelayan kecil," imbuh pertimbangan majelis kasasi tersebut.

Sebagai informasi, Edhy mengajukan kasasi setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonisnya menjadi sembilan tahun penjara dari vonis lima tahun di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta.

Majelis Hakim PT DKI memperberat vonis Edhy karena dia tak menerima putusan pada tingkat pertama. Dalam memori banding Edhy, tidak ada dalih baru yang bisa membuat hukuman diringankan.

Selain itu, jabatannya sebagai menteri juga menjadi faktor yang memberatkan. Hakim berpendapat, Edhy harusnya menjadi contoh bagi anak buahnya.