Bagikan:

KALSEL - Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan Abdul Wahid mengaku melobi oknum di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar mendapatkan tambahan anggaran dari pemerintah pusat.

Hal ini disampaikan Abdul saat bersaksi atas terdakwa mantan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Maliki di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu, 9 Maret.

"Saya memang meminta kepada terdakwa sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP HSU dan para kepala bidang menyiapkan dana untuk diserahkan kepada seorang oknum Kemenkeu," kata dia saat bersaksi dikutip dari Antara, Rabu, 9 Maret.

Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jamser Simanjuntak itu, Abdul Wahid yang dalam perkara serupa sudah berstatus tersangka tetap membantah meminta fee kepada para pejabat di Dinas PUPRP HSU dari setiap proyek pekerjaan.

Meski demikian, Abdul Wahid tak membantah pernah beberapa kali menerima uang yang diserahkan Maliki melalui perantara, termasuk ajudan atau petugas jaga di rumah dinasnya.

Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan foto-foto barang bukti berupa uang tunai dengan total lebih dari Rp3 miliar yang disita dari rumah dinas Abdul Wahid.

Ia mengakui pada 2019 pernah didatangi Maliki yang menyerahkan uang Rp120 juta sebagai honor. Kemudian tahun 2020 ada lagi menerima Rp100 juta. Lalu setengah bulan kemudian ada lagi Rp20 juta.

"Saya tidak tahu honor apa, tidak saya tanyakan itu apa," ujar Abdul Wahid.

Sedangkan saat ditanya apakah dia menerima uang senilai Rp500 juta dari Maliki untuk memberi restu kepada Maliki agar ditunjuk sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Abdul Wahid membantahnya.

Sementara terdakwa Maliki tegas menyebut bahwa Abdul Wahid meminta fee sebesar 13 persen dari setiap proyek pekerjaan di Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP HSU. Bahkan sebelum dilelang diminta fee 5 persen dimuka. Dalam sidang itu, terdakwa menyangkal kesaksian Abdul Wahid yang menyebut bahwa uang yang diterimanya adalah uang honor.

"Tidak ada istilah uang honor, itu memang uang fee yang saya serahkan," ujar Maliki.

Selain kepada Bupati, Maliki menyebut pernah memberikan uang sebesar Rp300 juta kepada Syahrul selaku jaksa di Kejati Kalsel.

Perkara korupsi yang menjerat Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid dan anak buahnya Plt Kepala Dinas PUPRP HSU Maliki terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Dua kontraktor, yaitu Marhaini dan Fachriadi sudah terlebih dahulu divonis penjara 1 tahun 9 bulan serta denda Rp50 juta karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi proyek irigasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.