JAKARTA - Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi harus merasakan pahit dan perihnya vonis majelis hakim di kasus pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J. Sebab, sanksi yang diberikan kepada mereka jauh lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam putusan majelis hakim, Ferdy Sambo dijatuh sanksi pidana mati. Alasannya, eks Kadiv Propam Polri ini merupakan aktor intelektual yang merancang rencana pembunuhan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati," ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin, 13 Februari.
Kemudian, pada amar putusan, tak ada satupun hal yang meringankan bagi Ferdy Sambo. Tapi, banyak pertimbangan memberatkan bagi eks Kadiv Propam tersebut.
Setidaknya, ada tujuh pertimbangan memberatkan di balik putusan itu, mulai dari tindak pidana dilakukan kepada ajudan hingga mencoreng institusi Polri di mata Internasonal.
"Perbuaran terdakwa dilakukan keapda ajudan sendiri yang sudah mengabdi selama lebih dari tiga tahun," ujar Hakim Wahyu.
Poin kedua di pertimbangan memberatkan yakni perbuatan Ferdy Sambo mengakibatkan duka yang mendalam bagi keluarga Brigadir J.
Kemudian, perbuatan eks Kadiv Propam itu menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.
"Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukan aparat penegakan hukum dan penjabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri," sebutnya.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional," sambung Hakim Wahyu.
Lalu, tindakan Ferdy Sambo juga menyebabkan puluhan anggota Polri terlibat kasus obstruction of justice. Beberapa di antaranya, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatri, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto.
Terakhir, Ferdy Sambo dianggap berbeli saat memberikan keterangan selama persidangan.
"Terdakwa berbelit belit memberikan keterangan di persidangan dan tidak mengekui perbuatannya," kata Hakim Wahyu.
Vonis majelis hakim ini lebih berat dari pada tuntutan jaksa. Sebab, pada persidangan sebelumnya Ferdy Sambo dituntut dengan pidana penjara seumur hidup.
Pun bagi Putri Candrawathi. Ia juga harus merasakan beratnya vonis majelis hakim. Sebab, dalam tuntutan jaksa ia hanya dijatuhi sanksi 8 tahun penjara.
Dalam amar putusan, istri Ferdy Sambo ini dinyatakan terbukti terlibat dalam rangkaian pembunuhan berencana Brigadir J. Sehingga, ia divonis 20 tahun penjara.
"Secara sadar meyakinkan turut serta melakukan pembunuhan berencana menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 20 tahun," ujar Hakim Ketua Wahyu
Sama seperti suaminya, tak ada pertimbangan bagi Putri Candrawathi. Tetapi, sederet hal memberatkan dicatat majelis hakim.
Pertimbangan memberatkan bagi Putri Candrawathi antara lain, sebagai istri seorang Kadiv Propam Polri sekaligus pengurus besar Bhayangkari sebagai Bendahara Umum seharusnya menjadi teladan dan contoh anggota Bhayangkari lainnya sebagai pendamping suami.
Perbuatan terdakwa mencoreng nama baik organisasi para istri Bhayangkari, Putri Candrawathi berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam persidangan sehingga menyulitkan jalannya persidangan.
Lalu, istri Ferdy Sambo ini tak mengakui kesalahannya dan justru memosisikan dirinya sebagai korban, dan perbuatannya telah berdampak dan menimbulkan kerugian yang besar berbagai pihak baik materiel maupun moril bahkan memutus masa depan banyak personel anggota kepolisian.
Terlepas dari vonis yang lebih berat dari tuntutan, majelis hakim dari rangkaian persidangan juga menarik beberapa kesimpulan. Satu di antaranya Ferdy Sambo turut menembak Brigadir J dengan senjata api jenis Glock di rumah dinas Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.
BACA JUGA:
Selain itu, dari kumpulan fakta yang dirangkai menjadi benang merah, majelis hakim menyakini Ferdy Sambo menembak dengan menggunakan sarung tangan berwarna hitam. Tujuannya, untuk menghilangkan alat bukti berupa sidik jari.
"Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan penembakkan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock. Pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan warna hitam," kata Hakim Wahyu.