TANJUNG PINANG- Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) memperpanjang kontrak ribuan pegawai pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) non-ASN tahun 2023, untuk tingkat SMA/SMK/SLB Negeri di tujuh kabupaten/kota provinsi setempat.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengatakan keberadaan PTK non-ASN sangat penting dan dibutuhkan, karena dengan geografis kepulauan, distribusi pendidik/guru dan tenaga kependidikan harus merata hingga ke kawasan hinterland.
"Hal ini dilakukan guna mendorong kualitas pendidikan di Kepri ke depan," kata Ansar dikutip ANTARA, Senin 13 Februari.
Ansar juga berkomitmen mendorong perubahan status PTK non-ASN menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), karena dalam amanat Undang-Undang tak ada lagi status PTK non-ASN atau tenaga honorer, kecuali Pegawai ASN dan P3K.
Ia juga memastikan Pemprov Kepri terus memperhatikan kesejahteraan PTK non-ASN dengan cara menaikkan gaji mereka dari Rp2,4 juta per bulan di tahun 2022 menjadi Rp2,5 juta di tahun 2023 atau naik Rp100 ribu.
"Memang masih di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Kepri sebesar Rp3,2 juta. Tapi, kita upayakan tiap tahun naik, meskipun hanya Rp100 ribu," ujar Ansar.
Ia berharap perpanjangan kontrak ditambah kenaikan gaji PTK non-ASN tahun ini memicu pendidik dan tenaga kependidikan di Bumi Segantang Lada itu makin bersemangat mentransfer ilmu, sehingga menghasilkan generasi anak bangsa yang cerdas, berkualitas dan berkarakter.
"Saya selalu katakan, mendidik siswa adalah ladang pahala yang sangat besar. Apalagi, ketika anak didik kita jadi orang pintar dan bermanfaat," ucap Ansar.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kepri Andi Agung menyampaikan total jumlah PTK non-ASN Kepri tahun 2023 sebanyak 2.575 orang. Mereka tersebar di Anambas 119 orang, Batam 684 orang, Bintan 269 orang, Karimun 463 orang, Lingga 262 orang, dan Natuna 345 orang, dan Tanjungpinang 441 orang.
BACA JUGA:
Ia mengatakan perpanjangan kontrak PTK non-ASN Kepri masih perlu dilakukan guna menutup kekurangan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan, terutama di pulau-pulau terluar.
"Kebijakan ini tentunya sudah sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku," ucapnya