JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengajak generasi muda untuk menuangkan pemikiran dan tindakan yang inovatif dalam aksi mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Situ Nurbaya saat menyerahkan penghargaan kepada para pemenang kompetisi karya tulis nasional kategori lingkungan tentang energi, iklim, dan keberlanjutan di Universitas Indonesia (UI) pada Minggu, 12 Februari 2023.
"Kegiatan ini (penulisan karya ilmiah) termasuk dalam influential experiences, karena bertujuan untuk meningkatkan literasi dan ketertarikan generasi muda terhadap isu lingkungan dan transisi energi sekaligus menantang generasi muda untuk berkolaborasi dan mengasah kemampuan memecahkan masalah," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Senin 13 Februari dilansir Antara.
Menteri Siti mengimbau kepada aktivis masyarakat energi terbarukan, para dosen, peneliti, hingga mahasiswa untuk aktif menyuarakan hasil-hasil risetnya di tingkat nasional dan internasional.
Kiprah beberapa peneliti dari berbagai perguruan tinggi dalam negeri di Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) sangat mendukung kepentingan nasional, misalnya melalui penerbitan Supplement of IPCC Guidelines 2006 for National GHG Inventories: Wetlands sangat mendukung perhitungan inventarisasi gas rumah kaca dari lahan gambut.
Selain itu, IPCC Special Report on Oceans and Cryospheres sangat mendukung upaya-upaya Indonesia menggali potensi dari karbon biru serta pada penerbitan IPCC AR6 Working Group I, II dan III.
"Mengingat keterlibatan peneliti Indonesia di IPCC masih didominasi pada metodologi sektor lahan, saya mengimbau agar society renewable energy turut memperkuat basis sains dari IPCC untuk sektor energi," pesan Siti.
Bila merujuk IPCC Special Report 1,5 derajat Celcius tahun 2018 dan IPCC Sixth Assessment Report Working Group I on the physical science basis of climate change yang terbit tanggal 7 Agustus 2021, selama 2011 sampai 2020, suhu permukaan global telah meningkat rata-rata 1,09 derajat Celcius dengan kenaikan suhu permukaan sebesar 1,5 derajat Celcius dan permukaan lautan sebesar 0,89 derajat Celcius.
Pada skenario intermediate, suhu global akan terus meningkat antara 2,1 sampai 3,5 derajat Celcius. Jika tidak ada penurunan emisi gas rumah kaca yang tinggi pada durasi 2020-2050, yang sangat tergantung kepada upaya-upaya yang ambisius pada tahun 2020 sampai 2030.
"Kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius akan meningkatkan intensitas curah hujan dan dampak ikutannya, seperti banjir dan kekeringan di negara-negara di Asia," kata Siti.
Ia menuturkan isu energi, iklim, dan keberlanjutan sangat penting dan strategis agar generasi muda bisa melihat, memahami dan mempelajari persoalan iklim dengan dasar-dasar analisis menyangkut energi.
Menurutnya, sumber utama energi dalam planet bumi adalah matahari yang dapat dikonversi dalam bentuk nuklir, kimia, panas, dan mekanika atau kinetik.
"Tiga bentuk energi terakhir sangat erat dalam kaitan dengan munculnya kehidupan di bumi. Sentral kehidupan di bumi adalah fotosintesis, dimana sinar matahari diterima dan ditangkap dan disimpan oleh tanaman, dan seterusnya dipakai manusia, tanaman dimakan, maka terjadi un-clock energy," paparnya.
Pada konteks iklim, analisis neraca energi dan identifikasi kerusakan lapisan ozon juga memakai konsep aliran energi.
Energi yang dipancarkan dari matahari masuk ke bumi dengan flow energy permukaan bumi dan atmosfir. Interaksi antara permukaan bumi dan atmosfir menentukan neraca energi planet.
SEE ALSO:
Berdasarkan kondisi klimatologis, geografis, dan demografis, Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi gas rumah kaca dalam jumlah besar ke atmosfer.
Menteri Siti mengungkapkan Indonesia telah menyusun kebijakan dan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk melindungi kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional, serta turut dalam upaya global membatas kenaikan suhu pada 1,5 derajat Celcius.
Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 dan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.