Bagikan:

JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan aksi iklim yang dilakukan oleh Indonesia telah mendapat pengakuan global termasuk emisi gas rumah kaca dari hasil inventarisasi yang terus menurun.

"Dari skema Result-Based Payment (RBP), kinerja penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 577 juta ton setara karbon dioksida telah dicapai pada periode 2018-2020," katanya dikutip ANTARA, Selasa 14 Maret.

Pemerintah Indonesia bersama Pemerintah Norwegia, Selasa 14 Maret ini melakukan pertemuan bilateral yang membahas perkembangan kerjasama kedua negara di Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Menteri LHK menyampaikan keseriusan Indonesia untuk memitigasi perubahan iklim. Keseriusan itu tercermin melalui inisiasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 dan rencana operasionalnya.

Melalui dokumen FOLU Net Sink, Kementerian LHK berupaya menurunkan emisi dari sektor hutan dan lahan, salah satunya dengan mencapai nol deforestasi.

Sasaran implementasi kebijakan tersebut adalah tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar minus 140 juta ton karbon dioksida ekuivalen pada tahun 2030 mendatang.

Sejak tahun lalu, KLHK telah melakukan berbagai kegiatan untuk percepatan implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, di antaranya penyusunan rencana kerja, sosialisasi di enam regional dan tingkat daerah, serta penyusunan rencana kerja daerah Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 pada seluruh provinsi di Indonesia.

Seluruh rencana kerja itu ditargetkan rampung pada Mei 2023.

Menteri LHK menyampaikan bahwa cara sistematis yang dilakukan sekarang sebagian didukung oleh kerja sama Indonesia dengan Norwegia tentang REDD+ sejak tahun 2010 lalu. Enam tahun berselang kerja sama itu ditandatangani di Indonesia pada tahun 2016.

"Kami terus meningkatkan kerja-kerja dan agenda selama pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan berbagai tindakan korektif. Untuk itu, sekali lagi saya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Norwegia yang telah mendukung Indonesia,” katanya.

Data tahun 2020 menunjukkan angka penurunan emisi sebesar 47,28 persen dan data tahun 2021 sebesar 43,82 persen.

Ia mengemukakan bahwa penurunan itu lebih besar dari target 41 persen untuk total emisi gas rumah kaca sebesar 945,11 gigaton setara karbon dioksida pada tahun 2020, dan 889,79 gigaton setara karbon dioksida pada tahun 2021.

Pencapaian tersebut tentunya signifikan untuk program berbasis hasil dan perdagangan karbon.

Menurutnya, analisa teknis oleh Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau UNFCCC atas laporan tersebut menyatakan bahwa data informasi dan metodologi pengukuran capaian kinerja REDD+ Indonesia adalah transparan, konsisten, lengkap, akurat, dan komprehensif.

Angka kinerja itu bukan angka estimasi Pemerintah Indonesia sendiri, melainkan angka yang telah diverifikasi oleh UNFCCC pada November 2022.

Tata kelola karbon untuk perdagangan karbon dalam dan luar negeri telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022.

Saat ini, kementerian dan lembaga terkait terus mempersiapkan pengaturan dan langkah operasionalnya. Regulasi itu juga termasuk mengatur ketentuan peralihan bagi pelaku usaha yang telah melakukan perdagangan karbon sebelum keluarnya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021.

Semua kegiatan perdagangan karbon, wajib didaftarkan ke Sistem Registri Nasional dan wajib mendapatkan Sertifikat Pengurangan Emisi melalui otoritas pemerintah. Saat ini, sedang disiapkan mekanisme Carbon Exchange.

"Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak tertutup untuk investasi terkait karbon tetapi perlu mengatur tata kelolanya," kata Siti Nurbaya.

Wakil Menteri Norwegia Erling Rimestad mengatakan Norwegia telah lama menjadi mitra Indonesia dalam isu-isu iklim dan pengelolaan hutan di Indonesia.

Secara khusus, dia menyatakan terkesan dengan keberhasilan Indonesia menurunkan laju deforestasi dengan angka terendah sepanjang sejarah.

“Sangat mengesankan, dan merupakan contoh yang bagus untuk diikuti negara lain,” kata Erling.

Selain membahas skema pembayaran berbasis hasil dan mitigasi perubahan iklim, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia berdiskusi tentang perkembangan kerja sama kedua negara dan berbagai isu terkini, seperti restorasi gambut dan mangrove.