Jaksa Sindir Pengakuan Irfan Widyanto Soal Izin Ambil CCTV Bertolak Belakang Fakta Persidangan
Terdakwa Irfan Widyanto menjalani sidang kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice tewasnya Brigadir J di PN Jaksel. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menilai kubu terdakwa Irfan Widyanto menyimpulkan telah mendapat izin untuk mengambil dan mengganti DVR CCTV pos keamanan Komplek Polri, Duren Tiga. Padahal, bertolak bertolak belakang dengan fakta persidangan.

"Secara sepihak penasihat hukum terdakwa tidak mau mengakui fakta tersebut dan malah berasumsi telah meminta izin kepada satpam," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari.

Merujuk kesaksian dan fakta persidangan, beberapa saksi menyebut bila terdakwa Irfan Widyanto tak pernah sekalipun meminta izin. Sehingga, tindakannya itu telah terbukti melanggar aturan.

"Hal ini dapat dilihat dari cara penasihat hukum terdakwa membahas fakta keterangan saksi Abdul Zafar, saksi Marjuki, maupun Seno Sukarto sebagi ketua RT yang jelas sebagai fakta persidangan jelas menerangkan tindakan terdakwa yang mengambil dan mengganti DVR CCTV tersebut adalah tanpa seizin mereka khsususnya tidak ada izin dari ketua RT Komplek Polri Duren Tiga," beber jaksa.

"Hal ini jelas bertolak belakang dengan fakta persidangan demikian juga terkait fakta cara tindakan atau peranan terdakwa dalam pengambilan dan penggantian DVR CCTV tesebut juga tidak dijabarkan oleh penasihat hukum terdakwa secara utuh," sambungnya.

Terlebih, dalam pengambilan DVR CCTV itu tak dilengkapi proses administrasi. Semisal, surat perintah hingga izin pengadilan negeri.

"Fakta pada saat itu terdakwa melakukan tindakan atau peranan terdakwa mengambil, mengganti, menyerahkan DVR CCTV tidak dilengkapi dengan surat perintah penyidikan, surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan, surat tanda terima dari pemilik, izin penyitaan dari ketua PN sebagaimana diatur dalam KUHAP dan undang-undang ITE," kata jaksa.

Dalam kasus obstruction of justice tewasnya Brigadir J, terdakwa Irfan Widyanto disebut berperan mengambil DVR CCTV di pos keamanan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Hal itu dilakukan atas perintah dari terdakwa Agus Nurpatria.

Sehingga, tindakannya itu diyakini melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.