Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut barang yang ada di dalam rumah tahanan (rutan) harus sesuai ketentuan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Seluruh standar harus diikuti dan tak bisa mengikuti keinginan tersangka yang ditahan.

Penegasan ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi keluhan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Tersangka dugaan suap dan gratifikasi itu, melalui pengacaranya, menyebut kasur di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur begitu tipis sehingga membuat badannya sakit.

"KPK itu memiliki standar yang sudah baku bagaimana kemudian fasilitas (di rutan, red) itu harus ada sesuai dengan ketentuan," kata Ali kepada wartawan, Jumat, 3 Februari.

"Ada pemanas, misalnya. Ada kulkas, ada apa yang diminta. Tidak seperti itu kan, karena ada ketentuan yang KPK juga harus perhatikan standar sebuah rutan sebagaimana ketentuan di Kemenkumham," sambungnya.

Meski begitu, Ali memastikan KPK tak pernah membedakan tersangka satu dengan yang lain. Mereka yang ada di tahanan diperlakukan secara sama dan mendapatkan seluruh haknya.

Termasuk, hak kesehatan karena tim dokter terus memantau keadaan para tersangka. "Kami tidak membedakan terkait dengan kesehatan dari para tersangka, perlakuan terhadap para tersangka dan tahanan KPK di dalam rutan," tegasnya.

Sebelumnya, Lukas jadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi karena diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Pemberian itu dilakukan agar perusahaan swasta itu mendapat proyek di Papua.

KPK menyebut terjadi kesepakatan fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak dan pembayaran harus bebas dari potongan pajak.

Setelah bersepakat, perusahaan Rijantono mendapat tiga proyek. Pertama adalah peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar yang baru ditelisik KPK.

Selain Lukas, KPK menduga ada pejabat yang ikut bermain dalam penerimaan suap dan gratifikasi. Hanya saja, penyidik masih melakukan pendalaman.