Bagikan:

JAKARTA - Kubu terdakwa Putri Candrawathi menilai replik jaksa penuntut umum (JPU) jauh lebih buruk dari skenario yang disusun Ferdy Sambo untuk menutupi tewasnya Yosua alias Brigadir J. Sebab, menjauhkan peradilan dari upaya pencarian kebenaran materiil.

Perbandingan itu disampaikan penasihat hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah saat membacakan duplik dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 2 Februari.

Mulanya, eks juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menyebut tim jaksa kerap menyimpulkan sesuatu hal. Bahkan, tak dengan dasar hukum yang kuat.

"Penuntut umum sering kali mengambil kesimpulan dengan dasar klaim kosong tanpa bukti yang sah dan argumentasi hukum yang solid," ujar Febri.

Lalu, mulailah replik jaksa dibandingan dengan skenario yang dibuat Ferdy Sambo.

Kubu Putri Candrawathi menganggap replik jaksa justru lebih tidak pantas. Sebab, hanya memanipulasi untuk kepentingan pembuktian dakwaan.

"Replik penuntut umum semakin menjauhkan peradilan ini dari upaya pencarian kebenaran materil," sebutnya.

"Sebagai perbandingan jika dalam proses penyidikan pernah ada skenario yang disusun maka di persidangan ini terdapat hal yang lebih tidak pantas dilakukan yaitu manipulasi peristiwa untuk kepentingan klaim pembuktian dalil penuntut umum," sambung Febri.

Sebagai informasi, dalam kasus ini jaksa menilai Putri Candrawathi memenuhi unsur Pasal 340 KUHP subsider Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. Sebab, istri Ferdy Sambo terlibat dalam rangkaian pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Keterlibatannya, membantu perencanaan hingga menggiring Brigadir J untuk ke lokasi eksekusi yang merupakan rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Sehingga, jaksa menuntut Putri Candrawathi dengan sanksi pidana penjara selama 8 tahun.