Ingatkan Risiko Invasi Malah Dapat Ancaman Presiden Putin, Boris Johnson: Dengan Misil hanya Perlu Satu Menit
Boris Johnson bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kyiv. (Sumber: president.gov.ua)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berbagi cerita seputar pengalamannya sebelum invasi Rusia ke Ukraina, saat dia memperingatkan risiko tindakan seperti itu yang dijawab dengan ancaman misil oleh Moskow.

Percakapan itu terjadi pada bulan Februari, kata Johnson, setelah dia mengunjungi Kyiv dalam upaya terakhir untuk menunjukkan dukungan Barat untuk Ukraina di tengah meningkatnya kekhawatiran akan serangan Rusia.

Dikenal sebagai salah satu pendukung vokal Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Boris Johnson mengunjung Kyiv pada awal Februari untuk memperingatkan Rusia, invasi akan menjadi bencana.

Johnson ingat bahwa dia memperingatkan Presiden Putin, akan ada sanksi Barat yang lebih keras jika dia memerintahkan invasi ke Ukraina.

Dia mengatakan, dia memberi tahu Presiden Putin dalam suatu panggilan telepon, bahwa eskalasi akan membuat negara-negara barat meningkatkan dukungan untuk Ukraina, yang berarti "lebih banyak NATO, bukan lebih sedikit NATO" di perbatasan Rusia.

"Dia berkata, Boris, Anda mengatakan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO dalam waktu dekat... Dan saya berkata, 'Ya, Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO di masa mendatang. Anda tahu itu dengan sangat baik'," kata Boris Johnson tentang panggilan itu, melansir The National News 30 Januari.

"Dia semacam mengancam saya pada satu titik dan berkata, 'Boris, saya tidak ingin menyakitimu, tetapi dengan misil, itu hanya akan memakan waktu satu menit' atau semacamnya," tutur Boris Johnson.

"Saya pikir dari nada yang sangat santai yang dia ambil, dia hanya bermain-main dengan upaya saya untuk membuatnya bernegosiasi," lanjutnya.

Selain Boris Johnson, Menteri Pertahanan Ben Wallace juga berbagi cerita perjalanannya ke Moskow Februari tahun lalu, guna mencegah perang dan mencapai terobosan.

Dia ingat berbicara dengan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Jenderal Valery Gerasimov.

"Dan saya ingat mengatakan kepada Menteri Shoigu, 'Mereka akan berperang,' dan dia berkata, 'Ibuku orang Ukraina, mereka tidak akan (berperang)'," kata Wallace mengenang percakapannya.

"Dia juga mengatakan dia tidak berniat menyerang. Itu akan menjadi vran'e dalam bahasa Rusia. Vran'e saya pikir semacam demonstrasi intimidasi atau kekuatan: 'Saya akan berbohong kepada Anda. Anda tahu saya 'berbohong. Aku tahu kamu tahu aku berbohong dan aku masih akan berbohong padamu'," paparnya.

"Itu adalah kebohongan yang cukup mengerikan tetapi langsung, tentang apa yang tidak akan mereka lakukan yang menurut saya menegaskan kepada saya bahwa mereka akan menyerang," tandas Wallace.

"Saya ingat saat kami berjalan keluar, Jenderal Gerasimov berkata, 'Kami tidak akan pernah lagi dipermalukan. Kami dulunya adalah tentara keempat di dunia, sekarang kami nomor dua. Sekarang Amerika dan kami," tandas Wallace.

Diketahui, Presiden Putin akhirnya menyetujui pasukannya untuk melakukan apa yang disebut operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari tahun lalu.