Bagikan:

JAKARTA - Keputusan pemerintah melarang segala aktivitas Front Pembela Islam (FPI) ditanggapi mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono. Lewat akun Instagramnya, dia mengatakan masyarakat Indonesia lega dengan keputusan pemerintah tersebut.

"Tanggal 30 Desember masyarakat bangsa Indonesia merasa lega mendapat hadiah berupa kebebasan dari rasa takut yang mencekam selama ini," kata Hendropriyono dikutip dari akun Instagramnya @am.hendropriyono, Kamis, 31 Desember.

Dia menilai masyarakat bisa hidup tenang di tengah demokrasi karena kegiatan organisasi masyarakat tersebut sudah dilarang pemerintah. Penghentian ini, sambung dia, dilakukan karena FPI melenceng dari ideologi bangsa yaitu Pancasila.

Hendropriyono mengatakan, usai larangan ini diputus pemerintah, diharapkan tak ada lagi penggerebekan terhadap orang yang tengah beribadah, di acara pernikahan, hingga razia di kafe, toko obat, minimarket, dan warung makan.

"Tindakan kriminal terorganisir dengan kedok agama kini telah dihentikan pemerintah demi tegaknya hukum sekaligus disiplin sosial," tegasnya.

Lebih lanjut, dia tak menampik jika FPI yang berdiri sejak 1998 memang kerap mengundang keprihatinan dari masyarakat. Bahkan, ormas ini pernah hampir dibubarkan Presiden ke-4 RI Abdurrachman Wahid atau Gus Dur meski batal saat itu.

Hanya saja, cita-cita ini baru terwujud setelah Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri bersama Polri, Kejagung dan BNPT menjadikan FPI sebagai organisasi terlarang. Pembubaran ini juga mengacu pada bukti keterlibatan 37 anggotanya dalam kegiatan terorisme.

"Artinya, jika ada organisasi lain yang menampung eks anggota FPI maka organisasi tersebut juga dapat dikenakan sanksi yang sama," tegasnya.

Selain FPI, kata dia, jika ada oknum yang ucapan atau tulisannya bernada menghasut, dengan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, dia dapat dikenakan sanksi karena tindak pidana terorisme. "Sisi gelap apapun dari oknum tersebut dapat diangkat, ke tempat yang terang di ranah hukum," ungkapnya.

"Kehidupan demokrasi harus diselamatkan oleh pemerintah, dengan cara membersihkan benalu-benalunya. Para benalu demokrasi adalah para provokator dan demagog, yang termasuk dalam kejahatan terorganisasi (organized crime)," pungkasnya.