MAKASSAR - Pemerintah melarang segala aktivitas dan atribut Front Pembela Islam (FPI). Surat keputusan bersama para menteri dan pejabat setingkat menteri ditindaklanjuti Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Merdisyam dengan mengingatkan kegiatan FPI di Sulsel dilarang.
"Jadi kita tahu tadi sudah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB), oleh pemerintah terkait dengan menyatakan organisasi FPI, tidak terdaftar, menghentikan kegiatan-kegiatannya," kata Irjen Merdisyam, kepada wartawan, Rabu, 30 Desember.
Irjen Merdisyam, mengatakan Polri ikut terlibat menindaklanjuti SKB para menteri dengan menegakkan aturan. Polisi akan menindak tegas segala kegiatan FPI yang sudah dilarang. Namun upaya persuasif tetap diutamakan dalam penanganan.
"Kita mengimbau untuk menaati SKB tersebut. Dengan dikeluarkannya SKB tersebut, harus kita laksanakan,” kata dia. Merdisyam.
"Saya yakin sekali dengan rekan-rekan, FPI Sulsel, memahami keputusan dan mematuhi SKB tersebut," sambung Irjen Merdisyam.
BACA JUGA:
Ganti Nama FPI
Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan dan dilarang berkegiatan oleh pemerintah. Kini, jajaran FPI mendeklarasikan nama baru, yakni Front Persatuan Islam.
Terdapat 19 orang yang mengklaim mendeklarasikan Front Persatuan Islam. Di antaranya Ketua FPI Ahmad Sabri Lubis dan Sekretaris Umum Munarman.
Nama lainnya adalah Abu Fihir Alattas, Abdurrahman Anwar, Abdul Qadir, Awit Mashuri, Haris Ubaidillah, Idrus Al Habsyi, Idrus Hasan, Ali Alattas, Ali Alattas, I Tuankota Basalamah, Syafiq Alaydrus, Baharuzaman, Amir Ortega, Syahroji, Waluyo, Joko, dan M. Luthfi.
"Kepada seluruh pengurus, anggota dan simpatisan Front Pembela Islam di seluruh Indonesia dan mancanegara, untuk menghindari hal-hal yang tidak penting dan benturan dengan rezim zalim, maka dengan ini kami deklarasikan Front Persatuan Islam untuk melanjutkan perjuangan membela agama, bangsa, dan negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945," tulis keterangan resmi Front Persatuan Islam yang diterima VOI, Rabu, 30 Desember.
Deklarator Front Persatuan Islam menilai keputusan pemerintah yang membubarkan FPI bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Mereka merujuk putusan Mahkamah Konstitusi 82/PPU-XI/2013, dalam pertimbangan hukum halaman 125 yang disebut bahwa suatu ormas dapat mendaftarkan diri di setiap tingkat instansi pemerintah yang berwenang untuk itu.
Sebaliknya, berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi tidak dapat menetapkan ormas tersebut ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum.
"Bahwa oleh karena Keputusan Bersama tersebut adalah melanggar konstitusi dan bertentangan dengan hukum, secara substansi Keputusan Bersama tersebut tidak memiliki kekuatan hukum baik dari segi legalitas maupun dari segi legitimasi," tulis pernyataan tersebut.
Pemerintah melarang segala aktivitas atau kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Larangan ini tertuang dalam surat keputusan bersama yang diteken 6 pejabat.
“Jadi dengan larangan ini (FPI) tidak punya legal standing, kepada aparat pemerintah pusat dan pemerintah daerah kalau ada organisasi mengantasnamakan FPI itu dianggap harus tidak ada dan harus ditolak karena legal standing tidak ada terhitung hari ini,” kata Menkopolhukam Mahfud MD.
Mahfud MD menegaskan FPI tak punya lagi kedudukan hukum (legal standing). Karenanya, segala kegiatannya dilarang.
Surat keputusan bersama ini diteken oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Idham Azis, Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar.