Bagikan:

MAKASSAR - Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Nana Sudjana menegaskan siap menindak para pengirim maupun penerima barang pakaian impor atau praktik thrifting sesuai perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo karena dinilai mengganggu industri tekstil.

"Kami menindaklanjuti dan akan memproses ketika ada barang masuk ke wilayah kami di Sulsel," kata Kapolda menegaskan usai meninjau Sunatan Massal di Biddokes Polda Sulsel Jalan Kumala Makassar dilansir ANTARA, Senin, 20 Maret.

Terkait dengan perintah kapolri soal pengawasan penyelundupan pakaian bekas impor atau dalam bahasa tren di Sulsel Cakar alias 'Cap Karung' yang kian marak di Sulsel, kata Nana, tetap pantau pada semua jajaran sektor kepolisian.

"Jadi kami tentunya menindaklanjuti ketika ada Cakar masuk ke Sulsel. Selama ini pun Polda Sulsel termasuk beberapa Polres juga melaksanakan hal yang sama akan memproses bila ada barang masuk," ucap mantan Kapolda Metro Jaya ini menekankan.

Menurutnya, sesuai instruksi kapolri seluruh jajaran diaktifkan untuk menindak para penyelundup pakaian bekas dari luar negeri untuk dijual kembali ke masyarakat.

"Jadi sifatnya aktif. Tidak hanya kami diperintah, beberapa waktu lalu pun kami sudah melakukan langkah-langkah represif atau tindakan adanya Cakar tersebut," tutur mantan Kapolda Sulawesi Utara.

Hal ini pun sejalan dengan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 51 tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, dan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan nomor 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Disebutkan di pasal 2 ayat 3 bahwa barang dilarang impor, berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Kendati demikian, sejak peraturan itu diterbitkan, penyelundupan hingga penjualan pakaian bekas sejak 2021 masih marak terjadi di sejumlah daerah.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh jajarannya menindak tegas penyelundupan pakaian bekas impor sesuai arahan Presiden Joko Widodo karena dinilai mengganggu pertumbuhan industri tekstil di dalam negeri.