DPRD Heran Reklamasi Ancol Tiba-tiba Lanjut, Sebut Dasar Hukum Tak Jelas
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak (Foto Diah - VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mengaku heran lantaran reklamasi di kawasan Ancol, Jakarta Utara tiba-tiba dilanjutkan. Padahal dasar hukumnya bermasalah.

Reklamasi Ancol tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 Tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Ancol yang diterbitkan oleh Anies Baswedan saat masih menjabat Gubernur DKI.

Saat awal kepgub itu keluar, Komisi B pernah mencecar Pemprov DKI dan mempertanyakan legalitas regulasinya karena dianggap tak memiliki payung hukum yang jelas. Kala itu, Pemprov memutuskan untuk menunda pelaksanaan kepgub tersebut.

"Reklamasi Ancol ini kan surat keputusannya (kepgub) enggak jelas dasar hukumnya. Terus terang saya kaget dengar ini dilanjutkan. Saya pikir SK itu dibatalkan dan diterbitkan SK baru yang memperbaiki karena waktu itu dipending karena dasar hukumnya tidak jelas," kata Gilbert kepada wartawan, Jumat, 20 Januari.

Reklamasi di sisi barat direncanakan terbangun seluas 35 hektare dan reklamasi sisi timur seluas 120 hektare. Dari situ, Pemprov DKI mendapatkan kepemilikan 5 persen dari luas reklamasi Ancol.

Yang Gilbert permasalahkan adalah dari mana dasar penetapan luas reklamasi dan pembagian kontribusi lahan yang menjadi milik Pemprov DKI.

"Yang saya masalahkan, pertama soal pembagiannya. Kenapa kita cuma dapat 5 persen? Yang kedua, ada daratan yang ditargetkan 120 hektare dalam SK (kepgub) itu. Dasar penentuan luasnya dari mana? Lalu sisanya buat siapa? Ini yang harus diperjelas," ucap dia.

Selain itu, Gilbert juga meragukan kesanggupan DKI menimbun tanah ke pulau reklamasi dari lumpur hasil pengerukan sungai.

"Kita tidak percaya dengan amdalnya (analisis mengenai dampak lingkungan). Selama 20 tahun saja kita hanya bisa 20 hektare. 120 hektare mau berapa tahun? 120 tahun? Mau mindahin tanah dari gunung?" cecarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Winarto menyebut reklamasi sisi barat dan timur di kawasan Ancol dilanjutkan. Rencanan reklamasi yang digagas era mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat dihentikan karena masalah landasan hukum.

Hal ini diungkapkan Winarto dalam rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta. Winarto mengaku kelanjutan reklamasi Ancol telah dibicarakan bersama Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

"Soal perluasan daratan, sekarang sudah berjalan. Saya sudah tanyakan ke Pak Pj, perjanjiannya mau diteruskan atau cukup," kata Winarto, Kamis, 19 Januari.

Winarto menyebut pihaknya punya kewajiban untuk meneruskan pembangunan reklamasi. Sebab, pada kedua wilayah perencanaan reklamasi itu, Ancol sudah mendapat investasi hampir Rp1 triliun untuk mewujudkan pembangunannya.

"Secara bisnis uang (investasi) sudah keluar hampir Rp1 triliun, baik yang reklamasi di barat maupun yang di timur. Uang yang sudah dikeluarkan, sebagai pertanggungjawaban perusahaan publik, ini kan harus ada pengembaliannya. Maka, di tahun ini kami harus meneruskan itu. Sudah on track sebetulnya," jelas Winarto.

Dalam perjanjian proyek reklamasi ini, Ancol bertugas membuat tanggul di sekeliling daratan. Sementara, Pemprov DKI membuat daratan dari timbunan lumpur hasil pengerukan sungai, waduk, situ, hingga embung.

Terdapat dua lokasi reklamasi lahan, yakni sisi barat dengan luas 35 hektare dan sisi timur dengan luas 120 hektare. Winarto menargetkan reklamasi sisi barat bisa selesai dalam dua tahun mendatang, dengan pembangunan masjid apung yang telah dimulai sejak era Anies.

Progres yang masih minim ada pada reklamasi sisi timur karena masih terbangun 20 hektare. Padahal, Ancol sudah melaksanakan kewajiban penyisihan lahan yang akan menjadi milik Pemprov DKI seluas 5 persen atau 6 hektare dari total lahan. Pada lahan kontribusi itu, direncakan juga pembangunan Museum Rasulullah.