Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Agama mengusulkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69 juta per jemaah. Artinya, ongkos haji tahun ini naik dari tahun sebelumnya yang ditetapkan sebesar Rp39,8 juta.

Usulan biaya haji tersebut telah disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR saat membahas agenda persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023, kemarin.

Yaqut merinci jumlah Rp69.193.733,60, adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11. Dibanding dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 naik Rp514.888,02.

Namun menurut Yaqut, secara komposisi ada perubahan signifikan antara komponen Bipih yang harus dibayarkan jemaah dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi).

Yaqut menjelaskan, BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp39.886.009,00 atau 40,54 persen dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58.493.012,09 59,46 persen.

Sementara usulan Kemenag untuk BPIH 2023, sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 70 persen dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 30 persen.

Adapun komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah, digunakan untuk membayar enam hal. Pertama, biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784,00. Kedua, akomodasi Makkah Rp18.768.000,00, ketiga untuk akomodasi Madinah Rp5.601.840,00.

Keempat, biaya hidup atau living cost Rp4.080.000,00, kelima, Visa Rp1.224.000,00. Keenam, paket layanan Masyair Rp5.540.109,60.

Pemerintah mengusulkan biaya hidup (living cost) yang diberikan kepada jemaah haji tahun ini hanya sebesar 1000 real atau setara Rp 4.080.000. Angka ini menurun 500 real dari tahun lalu.

“Itu usulan pemerintah. Menurut kami, itu yang paling logis untuk menjaga supaya yang ada di BPKH itu tidak tergerus, ya dengan komposisi seperti itu. Jadi dana manfaat itu dikurangi, tinggal 30 persen, sementara yang 70 persen menjadi tanggung jawab jemaah,” ujar Yaqut dalam keterangannya, Jumat, 20 Januari.

Menurut Yaqut, kebijakan ini diambil pemerintah untuk memformulasikan BPIH dalam rangka menyeimbangkan besaran beban jemaah dan keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.

Yaqut menilai pembebanan BPIH harus mengedepankan prinsip keadilan. Formulasi tersebut, klaimnya, juga telah melalui proses kajian.

"Pembebanan BPIH harus mengedepankan prinsip isthitha'ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya," ungkap Yaqut.

“Selain untuk menjaga itu (BPKH), yang kedua juga soal istitha'ah, kemampuan menjalankan ibadah. Kan, ada syarat jika mampu. Haji itu jika mampu. Kemampuan ini harus terukur, kami mengukurnya dengan nilai segitu,” tambahnya.

Besaran biaya haji tersebut, kata Yaqut, baru sekedar usulan. Selanjutnya, Kemenag akan menunggu pembahasan di tingkat Panitia Kerja BPIH yang dibentuk Komisi VIII DPR.

“Ini baru usulan, berapa biaya yang nanti disepakati, tergantung pembicaraan di Panja,” katanya.

Menag pun menargetkan, penetapan BPIH tahun ini sudah bisa dilakukan pada 13 Februari 2023 mendatang.

"Mohon usulan ini segera dilakukan pembahasannya bersama antara Panitia Kerja BPIH DPR dan panja Kementerian Agama," kata Yaqut.