Bagikan:

JAKARTA – Masyarakat muslim Indonesia begitu gembira ketika kuota haji 2023 kembali ke angka 221 ribu jamaah, jumlah yang sama seperti periode 2017-2019, sebelum pandemi COVID-19 melanda. Tidak ada lagi pembatasan usia. Jemaah yang berusia di atas 65 tahun pun punya kesempatan menunaikan ibadah haji tahun ini.

Sayangnya, kegembiraan itu pupus seketika seiring wacana Kementerian Agama yang akan menaikkan biaya ongkos naik haji sekitar 43 persen tahun ini, dari sekitar Rp39 juta menjadi sekitar Rp69 juta.

“Saya belum pernah mendengar beban rakyat dikurangi. Akhir-akhir ini beban rakyat semakin berat, mulai dari pajak naik, minyak goreng naik, beras naik, BBM naik, sampai biaya haji mau dinaikkan…,” cuit Andi Darwis pada 23 Januari 2023.

“Baru saja ada kabar gembira kuota haji 2023 sebanyak 221 ribu jemaah. Pemerintah sudah usul biaya ONH naik jadi 69jt per orang,” cuit pengguna Twitter lainnya.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief bahkan menegaskan, bila jemaah tidak bisa melunasi dalam waktu yang sudah ditentukan, posisinya akan digantikan.

"Kalau ada yang mundur, maka ada yang naik penggantinya," kata Hilman di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat pada 24 Januari lalu.

Pelaksanaan ibadah haji di Masjidil Haram, Makkah. (Antara)

Memang banyak yang sudah memprediksi kenaikan ini, tetapi mayoritas tidak menyangka persentase kenaikannya bisa hampir dua kali lipat dari sekitar Rp39 juta pada 2022 hingga diusulkan sekitar Rp69 juta pada 2023. Padahal, Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi saja telah mengumumkan penurunan biaya paket layanan haji 2023 hingga 30 persen.

Namun, menurut Hilman, itu hanya untuk penduduk domestik. Paket layanan haji yang dimaksud adalah layanan selama 4 hari dari Mekah ke Arafah atau yang biasa disebut Masyair. Sebelumnya, harga dibuka mulai dari Rp22 juta, tapi tahun ini hanya sekitar Rp16 juta.

Masyarakat juga harus memahami kenaikan biaya haji konsekuensi yang sulit dihindari. Sebab, kata Ketua Tim Kerja Pelayanan Haji Reguler Muhammad Nasihuddin, pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji bukan hanya sekedar biaya layanan Masyair, tetapi juga ada komponen lainnya yang terus mengalami kenaikan biaya saat ini, seperti akomodasi, transportasi, konsumsi, dokumen keimigrasian, maupun general service fee.

“Contoh saja biaya akomodasi hotel-hotel di Arab Saudi yang sejak akhir tahun 2022 lalu sudah merangkak naik hingga 300 persen. Lalu, kenaikan biaya transportasi pesawat dan depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan Riyal Saudi Arabia (SAR).

“Menurut informasi, harga konversi mata uang tahun lalu hanya Rp14.425 per dolar dan Rp3.846 per riyal, sedangkan tahun 2023 ini diasumsikan mencapai kisaran Rp15.300 per dolar dan Rp4.080 per riyal,” kata Ketua Tim Kerja Pelayanan Haji Reguler Muhammad Nasihuddin dalam tulisannya, ‘Menakar Kewajaran Biaya Haji 2023’ di laman resmi Kementerian Agama.

Belum lagi kebijakan pemerintah Arab Saudi yang tetap memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 15 persen untuk komoditas barang. Otoritas pajak Arab Saudi, General Authority of Zakat and Tax (GAZT) menetapkan zakat sebagai semacam Pajak Penghasilan (PPh) perseorangan sebesar 2,5 persen dan PPh Badan mencapai 20 persen.

“Kemudian biaya lain, seperti biaya pembinaan maupun biaya perlindungan jemaah,” kata Nasihuddin

Komposisi Biaya Haji

Selama ini, komposisi biaya haji menggunakan dua komponen, yakni Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat yang bersumber dari hasil pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH).

Persentasenya, menurut Hilman, berbeda dari tahun ke tahun. Ini terlihat dari data paparan BPKH selama 12 tahun terakhir:

  1. Tahun 2010 biaya haji Rp34,5 juta: Bipih Rp30,05 juta (87 persen) dan nilai manfaat Rp4,45 juta (13 persen)
  2. Tahun 2011 biaya haji Rp39,34 juta: Bipih Rp32,04 juta (81 persen) dan nilai manfaat 7,31 juta (19 persen)
  3. Tahun 2012 biaya haji Rp45,93 juta: Bipih 37,16 juta (81 persen) dan nilai manfaat 8,77 juta (19 persen)
  4. Tahun 2013 biaya haji Rp57,11 juta: Bipih 43 juta (75 persen) dan nilai manfaat 14,11 juta (25 persen)
  5. Tahun 2014 biaya haji Rp59,27 juta: Bipih 40,03 juta (68 persen) dan dan nilai manfaat Rp19,24 juta (32 persen)
  6. Tahun 2015 biaya haji Rp61,56 juta: Bipih 37,49 juta (61 persen) dan nilai manfaat Rp24,07 juta (39 persen)
  7. Tahun 2016 biaya haji Rp60 juta: Bipih 34,60 juta (58 persen) dan dan nilai manfaat Rp25,40 juta (42 persen)
  8. Tahun 2017 biaya haji Rp61,79 juta: Bipih 34,89 juta (56 persen) dan nilai manfaat Rp26,90 juta (44 persen)
  9. Tahun 2018 biaya haji Rp68,96 juta: Bipih 35,24 juta (51 persen) dan nilai manfaat Rp33,72 juta (49 persen)
  • Tahun 2019 biaya haji Rp69,16 juta: Bipih 35,24 juta (51 persen) dan nilai manfaat Rp33,92 juta (49 persen)
  • Tahun 2022 biaya haji Rp97,79 juta: Bipih 39,89 juta (41 persen) dan nilai manfaat Rp57,91 juta (59 persen)

Sedangkan untuk tahun 2023, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR pada 19 Januari lalu mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) mencapai Rp98,89 juta, naik sekitar Rp500 ribuan dari tahun sebelumnya.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR pada 19 Januari 2023 menyampaikan rencana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023. (Kemenag)

Namun, dengan komposisi yang berbeda. Persentase Bipih dinaikkan menjadi 70 persen atau Rp69,19 juta yang digunakan untuk:

Biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) Rp33.979.784

Akomodasi di Mekah Rp18.768.000

Akomodasi di Madinah Rp5.601.840

Biaya hidup Rp4.080.000

Visa Rp1.224.000

Layanan Masyair Rp5.540.109

Sedangkan penggunaan nilai manfaat hanya 30 persen atau sekitar Rp29,7 juta. Sebab, bila tetap menggunakan komposisi persentase pada 2022, nilai manfaat lambat laun akan tergerus dan diperkirakan habis dalam waktu 5-10 tahun kedepan.

Sehingga, biaya penyelenggaraan haji nantinya murni bersumber dari jemaah. Padahal, kata Hilman, “Masih ada 5 juta jemaah haji yang menunggu antrean keberangkatan, mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awal tersebut.”

Saat ini, formula biaya haji masih berupa usulan untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Tentu ini telah melalui kajian mendalam dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji.

“Kita tunggu saja kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi yang ideal,” imbuh Hilman.