Bagikan:

JAKARTA - China bersiap untuk 'fase baru' dalam pertempurannya melawan COVID-19 pada Hari Senin, Beijing melepaskan kontrol perbatasan pandemi dalam pelonggaran pembatasan terbaru yang telah membuat virus tersebut lepas dari 1,4 miliar populasinya.

Pembukaan kembali Hari Minggu adalah salah satu langkah terakhir dalam pembongkaran rezim "nol-COVID" di China, yang dimulai bulan lalu setelah protes bersejarah terhadap pembatasan yang menahan virus selama tiga tahun, tetapi menyebabkan frustrasi yang meluas di kalangan rakyatnya dan kerusakan parah pada negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Sementara, langkah Beijing untuk menghentikan karantina diharapkan juga untuk meningkatkan perjalanan keluar negeri, beberapa negara menuntut tes negatif dari pengunjung dari China, berusaha untuk menahan wabah yang membanjiri banyak rumah sakit dan krematorium China.

"Hidup bergerak maju lagi!" tulis surat kabar resmi Partai Komunis, People's Daily, dalam editorial yang memuji kebijakan virus pemerintah pada Minggu malam yang disebut beralih telah beralih dari "mencegah infeksi" menjadi "mencegah penyakit parah", melansir Reuters 9 Januari.

"Hari ini, virusnya lemah, kita lebih kuat," sambung surat kabar itu.

Kantor berita pemerintah China, Xinhua, mengatakan negara itu telah memasuki "fase baru" dalam tanggapan COVID-nya, mengutip pengalaman pencegahan virusnya, perkembangan epidemi dan peningkatan tingkat vaksinasi.

Pejabat tinggi kesehatan China dan media pemerintah telah berulang kali mengatakan, infeksi COVID memuncak di seluruh negeri dan mereka mengecilkan ancaman yang sekarang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.

covid-19 di china
Ilustrasi COVID-19 di China. (Wikimedia Commons/Walter Grassroot)

Itu sangat kontras dengan rezim karantina dan penguncian ketat sebelumnya, karena China mengelola virus sebagai penyakit "Kategori A" seperti wabah pes dan kolera. Manajemen COVID China secara teknis diturunkan ke "Kategori B" pada Hari Minggu, meskipun banyak pembatasan telah dicabut selama berminggu-minggu.

Secara resmi, sejauh ini China telah melaporkan 5.272 kematian terkait COVID hingga 8 Januari, salah satu tingkat kematian terendah akibat infeksi di dunia.

Tetapi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan China tidak melaporkan skala wabah, sementara pakar kesehatan internasional memperkirakan lebih dari satu juta orang di negara itu dapat meninggal akibat penyakit itu tahun ini.

Terpisah, mengabaikan prakiraan suram itu, investor bertaruh pembukaan kembali China akan membantu menghidupkan kembali ekonomi senilai 17 triliun dolar AS dan meningkatkan prospek pertumbuhan global.

Harapan itu mengangkat saham Asia ke level tertinggi dalam lima bulan terakhir pada Hari Senin, sementara yuan China menguat ke level terkuatnya terhadap dolar sejak pertengahan Agustus.

"Berakhirnya kebijakan nol-COVID adalah ... akan memiliki dampak positif yang besar pada pengeluaran domestik," kata Ralph Hamers, Group Chief Executive Officer di UBS, kepada konferensi tahunan bank tersebut di Greater China Conference pada Hari Senin.

"Kami percaya ada banyak peluang bagi mereka yang berkomitmen untuk berinvestasi di China," tandasnya.

Terpisah, penyiar negara CCTV melaporkan pada Hari Minggu, penerbangan langsung dari Korea Selatan ke China hampir terjual habis.

Namun, lonjakan permintaan dari warga Korea Selatan, yang merupakan penduduk asing terbesar di China, serta negara lainnya, akan terhambat oleh terbatasnya jumlah penerbangan ke dan dari China, yang saat ini berada di sebagian kecil dari tingkat sebelum pandemi COVID-19.

Korean Air mengatakan awal bulan ini, pihaknya menghentikan rencana untuk meningkatkan penerbangan ke China karena sikap hati-hati Seoul terhadap pelancong Tiongkok. Korea Selatan seperti banyak negara lain kini mewajibkan pelancong dari China, Makau dan Hong Kong untuk memberikan hasil tes COVID negatif sebelum keberangkatan.

Sementara itu, data Flight Master menunjukkan bahwa pada Hari Minggu, China memiliki total 245 penerbangan internasional, baik yang keluar maupun menuju China.