Sesal Bharada E di Depan Jaksa: Saya Hanya Disuruh Pak Sambo, Kalau Waktu Bisa Diputar Mungkin <i>Engga</i> Seperti Ini
Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E yang berstatus JC menjalani sidang kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di PN Jaksel. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E menyesal mengikuti perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J. Ia berandai bila waktu bisa diputar tak akan terjadi peristiwa berdarah tersebut.

Penyesalan itu bermula saat jaksa penuntut umum (JPU) menyinggung soal perasaan dan kesedihan keluarga ketika mendengar kabar Brigadir J tewas karena ditembak.

“Apa yang saudara pikirkan terhadap kesedihan daripada keluarga korban tolong sampaikan di persidangan ini?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis, 5 Januari.

Mendengar pertanyaan itu, Bharada E sempat terdiam sejenak. Hingga akhirnya, menyebut telah meminta maaf kepada keluarga seniornya itu.

“Saya sudah meminta maaf juga bapak ke keluarga korban, saya salah, saya tahu saya salah cuma saya juga bisa menjelaskan atas dasar apa saya melakukan hal itu,” sebut Bharada E.

Bharada E pun kembali menegaskan tindakannya itu atas perintah Ferdy Sambo. Ia tak kuasa menolak karena perbedaan pangkat yang jauh.

“Bahwa saya juga hanya disuruh sama Pak Sambo pada saat itu. Saya juga sampai sekarang saya merasa kalau memang bisa dibalik, kalau waktu bisa diputar kembali, mungkin enggak seperti ini, juga keinginan saya,” kata Bharada E.

Bharada E merupakan satu dari lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J. Ia didakwa turut serta melakukan pembunuhan.

Berdasarkan berkas dakwaan, Bharada E menembak Brigadir J menggunakan senjata api jenis Glock-17. Aksinya itu disebut atas perintah Ferdy Sambo.

Penembakan itu dilakukan di ruang tengah rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.

Sehingga, dalam perkara ini Bharada E didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.