Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada ratusan kasus terkait mafia tanah selama empat tahun terakhir yang harus diperhatikan Kementerian ATR/BPN. Angka kasus itu diperoleh dari kajian Direktorat Monitoring KPK.

"Dalam periode ini ditemukan sebanyak 244 kasus mafia tanah," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 5 Januari.

Tak hanya itu, ada 31.228 kasus pertanahan dengan rincian 37 persen sengketa, 2,7 persen konflik, dan 60 persen perkara. "Masalah klasik sengketa agraria yang ditemukan adalah tumpang tindih hak guna usaha (HGU)," ujarnya.

Ghufron mengungkap masalah ini biasanya terjadi karena sertifikat HGU yang belum terpetakan. Bahkan, totalnya mencapai 1.799 sertifikat dengan luas mencapai 8,3 hektar.

Kemudian, KPK juga mengungkap di atas satu bidang tanah bisa terbit beberapa sertifikat yang kemudian kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hanya saja, lembaga itu terkesan tidak melakukan apapun sehingga konflik berlanjut di pengadilan. "Semestinya negara itu profesional mengatakan mana yang benar dan salah," ujarnya.

"(Bukan, red) Seakan-akan tidak mau ambil risiko dan rakyat yang berjuang sendirian. Kami berharap ada perbaikan dari teman-teman BPN," sambung Ghufron.

Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan ada kasus korupsi pertanahan yang sedang ditangani lembaganya. Di antaranya, suap HGU di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau dan Kalimantan Barat.

Kondisi ini disebabkan karena lemahnya pengawasan. Sebab, Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 tidak mengatur sanksi tegas terkait pelanggaran kewajiban HGU dan kurangnya anggaran.

"Minim anggaran pengawasan HGU dan tidak dibangun mekanisme pengawasan berbasis risiko dan teknologi. Akibatnya terjadi ketidakpatuhan pelaksanaan kewajiban pemegang HGU dan potensi tumpang tindih tinggi," pungkas Pahala.