Bagikan:

JAKARTA - Ahli Hukum Pidana, Muhammad Arif Setiawan menyebut motif tak masuk dalam unsur delik di kasus pembunuhan atau pembunuhan berencana.

Pandangan itu bermula saat Arif menjawab pertanyaan dari penasihat hukum Kuat Ma'ruf mengenai relevansi motif dengan pembuktian Pasal 338 KUHP dam 340 KUHP.

Saat itu, ia menyebut bila motif merupakan faktor pendorong untuk seseorang melakukan sesuatu. Namun, bila dikaitkan dengan kasus pembunuhan dikatakan tak ada unsur delik di Pasal 340 dan 338 KUHP.

Delik merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang, oleh karena bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.

"Kalau dikaitkan dengan persoalan delik yang ditanyakan berkaitan 338 KUHP dan 340 KUHP, maka betul di dalam delik yang dimaksud itu motif tidak termasuk sebagai unsur delik," ujar Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 2 Januari.

Tapi, menurutnya, motif bisa mempermudah memahami unsur kesengajaan di kasus pembunuhan.

Selain itu, bermanfaat sebagai pertimbangan majelis hakim dalam mengambik keputusan suatu perkara di persidangan.

"Motif bermanfaat sebagai suatu pertimbangan apakah motifnya itu bisa menjadi yang memperingankan atau memberberatkan suatu pidana, seandainya unsur-unsur yang ada di dalam delik itu terbukti," kata Arif.

Ikuti juga VOI di Google News.

Dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, Kuat Ma'ruf didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E.

Dalam dakwaan, Richard Eliezrer menembak Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.

Penembakan itupun disebut atas perintah Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.

Sehingga, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal, didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.