Bagikan:

JAKARTA - Media pemerintah China mencerca peningkatan jumlah pemerintah asing yang memberlakukan tes COVID pada pelancong dari China, menyebut tindakan itu "diskriminatif."

Setelah menutup semua perbatasannya selama tiga tahun, memberlakukan rezim penguncian yang ketat dan pengujian tanpa henti, Beijing tiba-tiba berbalik arah untuk hidup dengan virus pada 7 Desember, menjadikan infeksi telah menyebar dengan cepat dalam beberapa minggu terakhir.

Korea dan Spanyol pada Hari Jumat bergabung dengan daftar negara yang terus bertambah, termasuk Amerika Serikat, India dan lainnya, yang telah memberlakukan tes COVID untuk pelancong dari China, karena kekhawatiran tentang skala wabah COVID dan skeptisisme terhadap statistik kesehatan Beijing.

Adapun Spanyol mengikuti jejak Italia untuk menjadi yang kedua dari 27 anggota blok yang mewajibkan tes bagi pelancong dari China.

"Di tingkat nasional, kami akan menerapkan kontrol bandara yang mewajibkan semua penumpang yang datang dari China menunjukkan tes COVID-19 negatif atau bukti vaksinasi lengkap," kata Menteri Kesehatan Carolina Darias, melansir Reuters 30 Desember.

Sementara itu, Malaysia mengatakan akan menyaring semua kedatangan internasional untuk demam.

"Tujuan sebenarnya adalah untuk menyabotase tiga tahun upaya pengendalian COVID-19 China dan menyerang sistem negara," kata tabloid milik pemerintah Global Times dalam sebuah artikel Kamis malam, menyebut pembatasan itu "tidak berdasar" dan "diskriminatif."

Meski demikian, tidak semua negara memberlakukan tes. Anggota Uni Eropa, khususnya, terbagi.

Selama beberapa hari terakhir, pejabat di Prancis, Jerman dan Portugal mengatakan mereka melihat tidak perlu untuk saat ini pembatasan baru, sementara Austria telah menekankan manfaat ekonomi dari kembalinya turis China ke Eropa.

Diketahui,China akan berhenti mewajibkan pelancong yang masuk untuk melakukan karantina mulai 8 Januari. Tetapi masih akan menuntut hasil tes PCR negatif dalam waktu 48 jam sebelum keberangkatan.

Terpisah, pejabat kesehatan senior China mengadakan konferensi video dengan Organisasi Kesehatan Dunia pada Hari Jumat,  bertukar pandangan tentang situasi epidemi saat ini, kata Komisi Kesehatan Nasional China dalam sebuah pernyataan tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada sehari sebelumnya, organisasi yang dipimpinnya membutuhkan lebih banyak informasi untuk menilai lonjakan infeksi terbaru di China, tanpa mengambil posisi pada masalah tes perjalanan.

Sementara itu, pakar kesehatan Uni Eropa diperkirakan akan mengadakan pertemuan tanggapan mengenai krisi COVID-19 di China, menurut sumber Uni Eropa.