Balas Pembatasan COVID-19, China Tangguhkan Penerbitan Visa di Korea Selatan dan Jepang
Ilustrasi visa China. (Wikimedia Commons/kris krüg)

Bagikan:

JAKARTA - China menangguhkan penerbitan visa jangka pendek di Korea Selatan dan Jepang pada Hari Selasa, setelah mengumumkan akan membalas negara-negara yang memerlukan tes COVID-19 negatif pelancong dari China.

Negeri Tirai Bambu mencabut karantina wajib untuk kedatangan, mengizinkan perjalanan untuk melanjutkan perjalanan melintasi perbatasannya dengan Hong Kong sejak Minggu, menghapus pembatasan besar terakhir di bawah rezim "nol-COVID" yang mulai dihapus pada awal Desember setelah protes warga.

Itu menyebabkan virus tersebar di antara 1,4 miliar penduduk, menimbulkan kekhawatiran dengan Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat beserta negara lain mewajibkan tes COVID negatif dari pelancong asal China.

Meskipun China memberlakukan persyaratan pengujian serupa untuk semua kedatangan, juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin mengatakan kepada wartawan pada Hari Selasa, pembatasan masuk untuk pelancong China adalah "diskriminatif" dan China akan mengambil "tindakan timbal balik".

Sebagai langkah pembalasan pertama, Kedutaan Besar China di Korea Selatan menangguhkan pemberian visa jangka pendek untuk pengunjung Korea Selatan.

Itu akan menyesuaikan kebijakan dengan pencabutan "pembatasan masuk diskriminatif" Korea Selatan terhadap China, kata kedutaan di akun resmi WeChat, melansir Reuters 10 Januari.

Kedutaan Besar China di Jepang kemudian mengumumkan langkah serupa, dengan mengatakan misi dan konsulatnya telah menangguhkan penerbitan visa mulai Selasa. Pernyataan kedutaan tidak mengatakan kapan mereka akan melanjutkan penerbitan visa.

Langkah itu dilakukan segera setelah Jepang memperketat aturan COVID-19 bagi pelancong yang datang langsung dari China, dengan menetapkan hasil negatif dari tes PCR yang diambil kurang dari 72 jam sebelum keberangkatan, serta tes negatif saat tiba di Jepang.

Beberapa pemerintah negara asing telah menyuarakan keprihatinan tentang transparansi data Beijing, karena pakar internasional memperkirakan setidaknya 1 juta kematian akibat COVID-19 di China tahun ini.

China menolak kritik atas datanya sebagai upaya bermotivasi politik, untuk mencoreng "kesuksesannya" dalam menangani pandemi dan mengatakan setiap mutasi di masa depan cenderung lebih menular tetapi kurang berbahaya.

"Sejak wabah itu, China bersikap terbuka dan transparan," tegas Wang Wenbin.

Sebagai tanda pembukaan lebih lanjut, Bandara Internasional Daxing Beijing akan kembali melayanai penerbangan internasional untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun mulai 17 Januari, bersama dengan Bandara Internasional Ibukota Beijing.