Bagikan:

JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut langkah Ferdy Sambo yang melayangkan gugatan terkait pemecatannya sebagai anggota Polri sangat aneh. Bahkan, diduga eks Kadiv Propam itu berkeinginan proses pemecatannya dilakukan secara hormat.

"PTDH sudah tepat dan sudah sesuai prosedur. Jika melihat alasan gugatan FS justru aneh," ujar komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Jumat, 30 Desember.

Sedianya, Ferdy Sambo dalam putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) tingkat banding dinyatakan dibehentikan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Bahkan, bila melihat alasan di balik pengajuan gugatan, lanjut Poengky, Ferdy Sambo menginginkan proses pemecetannya dilakukan secara hormat. Terbukti, dengan adanya upaya pengunduran diri.

"Jika melihat alasan gugatan FS justru aneh, karena di satu sisi dia menolak PTDH, tapi di sisi lain dia menyatakan sudah mengajukan pengunduran diri tapi ditolak. Ini kan sebetulnya dia ingin pemberhentian dengan hormat," sebutnya.

Namun, pengajuan pengunduran diri itupun dianggap langka keliru. Sebab, hanya anggota Polri yang terlibat tindak pidana dengan masa hukuman di bawah lima tahun yang bisa dan diterima prosesnya.

"Untuk pengunduran diri, pelanggaran yang dilakukan tidak boleh dihukum lebih dari lima tahun penjara. Nah, yg dilakukan FS kan didakwa 340 KUHP itu ancaman tertingginya mati," ungkap Poengky.

Oleh karena itu, Poengky berharap majelis hakim yang nantinya menangani perkara itu akan menolak gugatan dari Ferdy Sambo. Sebab, akibat perbuatannya, tingkat kepercayaan masyarakat pada Polri turun drastis.

Selain itu, banyak anggota Korps Bhayangkara terpaksa disanksi secara internal karena terseret dalam pusaran skenario bohong Ferdy Sambo.

"Apa yang dilakukan FS sangat mencoreng nama baik Polri, bahkan jadi penyebab turunnya kepercayaan masyarakat pada Polri. Jadi sudah benar permohonan pengunduran dirinya ditolak dan dia di-PTDH. Kami berharap Majelis Hakim PTUN menolak gugatan FS," kata Poengky.

Ferdy Sambo menggugat Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Gugatan itu berkaitan dengan keputusan pemecetaan tidak dengan hormat (PTDH) di sidang banding Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

Pada situs SIPP PTUN, gugatan ini teregister dengan Nomor 476/G/2022/PTUN.JKT tertanggal Kamis 29 Desember.

"Tergugat, satu, Presiden Republik Indonesia. Dua, Kepala Kepolisian Republik Indonesia," demikian bunyi gugatan Ferdy Sambo.

Dalam gugatan itu ada empat poin permohonan. Pertama, mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya, dan enyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat I sebagaimana Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 71/POLRI/Tahun 2022 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Perwira Tinggi Polri, tanggal 26 September 2022.

Ada juga permintaan untuk memerintah Tergugat II untuk menempatkan dan memulihkan kembali semua hak-hak Penggugat sebagai Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Terakhir, gugatan untuk menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.