JAKARTA - Aktivis HAM global marah dengan Pengadilan Pakistan. Peradilan di sana membebaskan seorang pemerkosa setelah ada kesepakatan di luar ruang sidang pelaku akan menikahkan korbannya.
Senin 26 Desember lalu, pengadilan di Pakistan memang membuat keputusan yang kontroversial. Pelaku pemerkosa dibebaskan setelah "disetujui" dia akan menikahi korbannya, kata pengacaranya seperti dikutip dari CNN, Kamis 29 Desember.
Para aktivis HAM yang khawatir, keputusan itu berisiko menormalkan kekerasan seksual di negara Asia Selatan itu.
Daulat Khan, 23, dihukum pada Mei karena memperkosa wanita tuli, 36, pada tahun 2020 di distrik timur laut Swat, provinsi Khyber Pakhtunkhwa, menurut pengacaranya Amjad Ali Khan.
Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan denda 100.000 rupee (sekitar $440), kata pengacara. Korban belakangan sudah melahirkan seorang anak akibat pemerkosaan itu.
Namun Pengadilan Tinggi Peshawar membebaskan Daulat Khan setelah keduanya menikah secara resmi pada awal Desember. Semua akibat penyelesaian di luar pengadilan yang dibuat oleh "jirga" lokal - sebuah dewan pria yang membuat keputusan berdasarkan hukum Syariah.
Daerah tempat kejadian adalah distrik yang sebagian besar pedesaan dan konservatif, di mana sikap patriarkal dan misoginis begitu kental.
Pada 2012, aktivis dan peraih Nobel Malala Yousafzai ditembak di kepala oleh Taliban Pakistan di Swat karena menentang perintah mereka dengan pergi ke sekolah.
Tidak jarang jirga menyelesaikan kasus di banyak bagian Pakistan tentang apa yang disebut masalah tabu seperti melahirkan di luar nikah. Kritik deras mengalir ke jirga karena dituduh melanggengkan budaya mempermalukan korban, terutama dalam isu pemerkosaan dan kekerasan seksual.
"HRCP mendesak negara untuk mengajukan banding atas putusan tersebut dan menjunjung tinggi komitmennya terhadap hak-hak perempuan," kata Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP) dalam sebuah pernyataan.