Bagikan:

JAKARTA - Apa resolusi Anda tahun depan? Pertanyaan ini kerap menyeruak pada pengujung tahun. Resolusi mengandung harapan dan semangat untuk menjadi orang yang lebih baik, berguna, dan berhasil dalam mencapai tujuan.

Setiap orang dapat dengan mudah menentukan targetnya. Namun, kerap lalai dalam upaya untuk mewujudkannya. Permasalahan mendasar selalu terkait dengan kelemahan sistem dan bagaimana seseorang mampu mengubah pola kebiasaan demi mencapai resolusi tersebut.

Kisah pria asal Hungaria, Laszlo Polgar yang ditukil dari buku ‘Atomic Habits’ karya James Clear berikut setidaknya bisa memberikan gambaran tentang cara dia dan keluarga mewujudkan mimpi.

Polgar adalah sosok yang memiliki keyakinan kuat tentang konsep kerja keras dan dia menolak seutuhnya gagasan tentang bakat bawaan. Bagi dia, seorang genius tidak dilahirkan, tetapi merupakan hasil pendidikan dan pelatihan. Dengan konsistensi latihan dan konsistensi mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik, seorang anak dapat menjadi genius dalam bidang apapun.

Polgar mengajak sang istri, Klara melakukan eksperimen terhadap ketiga anaknya untuk menguji pemikirannya tersebut. Klara yang berprofesi sebagai guru juga meyakini dengan petunjuk yang tepat, siapa pun dapat meningkatkan keahlian mereka.

Kehebatan pecatur wanita nomor satu dunia asal Hungaria, Judit Polgar, bukan karena bakat alam namun hasil pembentukan karakter selama berpuluh tahun. (Hungary Today) 

Dia menyusun rencana untuk membesarkan anak-anaknya menjadi juara catur, suatu impian langka di Hungaria pada tahun 1970-an. Polgar memulai terlebih dahulu dari suasana rumah. Dia mengisi rumah dengan aksesori catur dan gambar-gambar pemain catur terkenal, termasuk buku-buku permainan catur sebagai buku bacaan anaknya.

Ini merupakan bentuk petunjuk guna memulai kebiasaan baru. Petunjuk, menurut Clear, harus menonjol, tidak boleh samar atau tersembunyi. Semakin samar, petunjuk akan semakin terabaikan. Sebab, pada fase awal kehidupan, seseorang lebih senang meniru apa yang ada di sekelilingnya.

Lalu, Polgar dan Klara juga menyusun jadwal latihan, sampai rutin mengikuti anak-anaknya turnamen catur. Hidup mereka seolah akan diabdikan untuk catur.

Hasilnya ternyata menakjubkan. Susan, anak tertua, mulai bermain catur saat berusia 6 tahun. Hanya 6 bulan, ia berhasil mengalahkan permainan dewasa.

Sofia, anak kedua, lebih hebat lagi. Pada usia 14 tahun sudah menjadi juara dunia dan beberapa tahun kemudian menjadi grandmaster. Adapun si bungsu, Judit, terbaik di antara ketiganya.

Pada usia 5 tahun, ia mampu mengalahkan sang ayah. Pada usia 12 tahun menjadi pemain paling muda dalam daftar seratus pecatur terbaik dunia. Pada usia 15 tahun, ia menjadi grandmaster termuda sepanjang masa, lebih muda daripada Bobby Fischer, pemegang rekor sebelumnya. Selama 27 tahun, Judit menjadi pecatur perempuan peringkat satu dunia.

“Dalam wawancara, tiga bersaudari itu menggambarkan masa kanak-kanak mereka sebagai masa yang menyenangkan bukan memberatkan. Mereka senang bermain catur,” tulis James Clear dalam buku ‘Atomic Habits’.

Ilustrasi - Setiap orang dapat dengan mudah menentukan targetnya. Namun, kerap lalai dalam upaya untuk mewujudkannya. (Pixabay)

Ketiga putri Polgar tumbuh dalam budaya yang mengutamakan catur, mendapat pujian dan mendapat ganjaran prestasi. Dalam dunia mereka, obsesi terhadap catur dianggap normal.

“Kultur tempat kita tinggal menentukan perilaku-perilaku mana yang menarik dan sesuai bagi kita,” ucap Clear.

Ketiga anak Polgar adalah bukti kuat pengaruh sosial terhadap perilaku seseorang. Mereka berlatih catur berjam-jam setiap hari dan terus melakukannya selama puluhan tahun. Mereka bisa mempertahankan kebiasaan dan perilaku ini karena berada di dalam kultur lingkungan yang tepat dan sesuai.

Lewat kultur itu pula, mereka dapat dengan mudah mengatasi rasa bosan yang menurut Clear merupakan ancaman terbesar atas kesukesan.

Mewaspadai Kebiasaan

Pada awalnya, hal yang rutin dilakukan berulang-ulang memang bisa mengembangkan kefasihan, kecepatan, dan keterampilan. Namun, ketika itu sudah menjadi rutinitas, seseorang lazimnya kurang peka, cenderung berhenti memperhatikan kesalahan-kesalahan kecil.

“Ketika mampu menghasilkan yang cukup baik secara autopilot, Anda berhenti berpikir tentang cara melakukannya secara lebih baik. Anda beranggapan terus menjadi lebih baik karena makin berpengalaman. Dalam kenyataan, Anda hanya memperkuat kebiasaan saat ini, bukan menjadikannya lebih baik,” ungkap Clear.

Tentu, untuk memaksimalkan potensi dan meraih performa yang lebih tinggi, memerlukan pendekatan yang lebih beragam. Clear menegaskan, tidak mungkin mengulang hal-hal sama, lalu berharap menjadi istimewa. Jangan cepat berpuas diri.

“Buatlah sistem untuk refleksi dan peninjauan ulang untuk perbaikan jangka panjang atas semua kebiasaan. Ini membuat Anda bisa menyadari kesalahan dan membantu mempertimbangkan cara-cara yang mungkin untuk memperbaiki,” kata Clear.

“Tanpa refleksi, kita bisa mencari-cari alasan, membuat rasionalisasi, dan berbohong pada diri sendiri. Kita tidak memiliki proses untuk menentukan apakah performa kita naik atau turun dibanding kemarin,” Clear menambahkan.

James Clear, penulis buku Atomic Habit (Bench.co)

Tiap Desember, Clear membuat ulasan tahunan untuk mencermati kiprahnya selama setahun ke belakang. Dia menilai kebiasaan-kebiasaannya dengan menghitung berapa banyak artikel yang diterbitkan, berapa banyak olahraga yang dikerjakan, dan sebagainya.

“Kemudian, saya merenungkan kemajuan atau kemunduran dengan menjawab tiga pertanyaan: Apa yang berjalan dengan baik tahun ini? Apa yang tidak berjalan dengan begitu baik tahun ini? Dan apa yang saya pelajari dari hal itu?”

Enam bulan kemudian, ketika musim panas tiba, Clear lanjut membuat laporan integritas yang membantunya menyadari kesalahan dan memotivasi untuk kembali ke jalur semula.

“Saya menggunakannya sebagai kesempatan untuk menghayati kembali nilai-nilai pokok saya serta mempertimbangkan apakah saya sudah hidup dengan cara yang sesuai. Inilah saat saya merenungkan identitas saya dan bagaimana saya dapat berusaha menjadi tipe orang yang saya inginkan,” tandasnya.

Seorang filsuf asal China, Lao Tzu pernah mengatakan, “Kebiasaan memberikan sejumlah manfaat, tapi sisi negatifnya adalah dapat mengunci kita pada pola pikir dan bertindak yang sudah ada, bahkan meskipun dunia sekitar terus berubah. Tidak ada yang permanen. Hidup senantiasa berubah. Anda perlu secara berkala memeriksa kembali untuk melihat apakah kebiasaan dan keyakinan lama masih bekerja bagi Anda.”

“Tidak memiliki kesadaran diri adalah racun. Refleksi dan peninjauan ulang adalah obatnya,” ucap Lao Tzu.