Kantongi Nama Perusahaan di Hutan Kepri yang Tak Tertib Aturan, DLHK Wanti-wanti Bakal Sanksi
Plang berisi larang mengelola hutan lindung di Gunung Lengkuas, Kabupaten Bintan yang saat ini dalam kondisi rusak. (FOTO ANTARA/Nikolas Panama)

Bagikan:

KEPRI - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengingatkan pemilik perusahaan yang beraktivitas di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) wajib memenuhi kewajiban. Perusahaan di kawasan HPT yang melanggar peraturan akan diganjar sanksi.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Bintan-Tanjungpinang IV pada DLHK Kepri, Ruah Alim Maha mengatakan, sanksi itu berupa denda yang dihitung dari kerusakan pohon dan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk negara.

"Perusahaan yang beroperasi di kawasan HPT harus menghentikan aktivitas sebelum menyelesaikan kewajiban administrasi dan sanksi denda tersebut," katanya di Tanjungpinang, Kepri, Rabu 28 Desember, disitat Antara.

Dia memastikan, perusahaan itu bisa kembali menjalankan aktivitasnya setelah memenuhi kewajiban membayar sanksi dengan lebih dahulu mendaftarkannya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pemerintah, kata dia, memberi kesempatan kepada pemilik perusahaan untuk menunaikan kewajiban selama dua tahun. Kesempatan itu berakhir pada Maret 2023.

"Perusahaan akan dipidana bila sampai Maret 2023 tidak menunaikan kewajiban," ujarnya.

Diduga Melanggar Peraturan

Berdasarkan hasil penyelidikan polisi kehutanan, Ruah Alim mengungkapkan terdapat sejumlah perusahaan yang tidak menaati peraturan kehutanan.

Polisi kehutanan telah memasang segel dan papan pengumuman di lokasi HPT yang dimanfaatkan perusahaan tersebut.Namun, ada perusahaan yang nakal, tetap beroperasi meskipun sudah dipasang "police line".

Contohnya, kata Ruah Alim, perusahaan galangan kapal di Senggarang, Tanjungpinang, Kepri.

Untuk itu, polisi kehutanan akan berkoordinasi dengan institusi berwenang lainnya untuk melaksanakan tindakan tegas terhadap perusahaan tersebut.

Polisi kehutanan juga menemukan perusahaan yang melakukan pertambangan bauksit di kawasan HPT namun diketahui dalam dokumen operasionalnya tidak aktif sejak beberapa tahun lalu.

Ada juga perusahaan yang tidak aktif, tetapi mengklaim lahan di kawasan HPT yang pernah dikelolanya. Tentu tidak diperbolehkan HPT dikuasai perusahaan atau diperjualbelikan.

"Ada juga perusahaan resort di Galang Batang, Bintan yang sebagian lahan yang dipergunakan masuk dalam HPT," katanya.

Ia menambahkan, sejumlah perusahaan juga berupaya melaksanakan kewajiban, dengan mendaftarkan sanksi administrasi dan mengajukan permohonan untuk mengelola HPT, seperti PT Bina Riau Jaya, PT Tirta Madu, PT Terminal Budi Daya Bintan, PT MIPI.

"Penataan kawasan hutan ini dilakukan secara nasional sejak tahun 2021," ujar Ruah Alim.