JAKARTA - Ahli hukum pidana, Albert Aries menilai Bharada Richard Eliezer hanya dijadikan alat oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J di kasus dugaan pembunuhan berencana.
Pandangan itu bermula saat Albert Aries menjelaskan Pasal 51 KUHP. Pasal itu berbunyi barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
Lalu, penasihat hukum Bharada E pun mempertanyakan konteks penguasa dalam pasal tersebut. Albert menyebut hal itu bisa diartikan sebagai pihak yang memberi perintah.
"Iya (Pemberi perintah, red), karena caranya tidak bisa dibatasi," ujar Albert dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 28 Desember.
Kemudian, ia menyebut bila pihak yang menerima perintah untuk melakukan tindak pidana hanyalah alat. Termasuk, Bharada E.
Sehingga, pihak pemerima perintah itu tidak bisa dimintai pertanggungjawban pidana.
"Orang yamg disuruh melakukan tadi tidak bisa pertanggung jawabkan hanya karena merupakan alat," ungkapnya.
"Karena yang disuruh ini tidak ada pertanggung jawaban dan tidak ada kesalahan," sambung Albert.
Adapun, dalam kasus tewasnya Brigadir J, Bharada E berperan sebagai eksekutor. Ia menembak dengan senjata api jenis Glock-17.
BACA JUGA:
Penembakan itu disebut atas perintah eks Kadiv Propam Ferdy Sambo yang berlangsung di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.
Selain itu, di kasus ini juga ada empat terdakwa lainnya. Mereka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Mereka semua didakwa Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.