Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan penahanan paksa Gubernur Papua Lukas Enembe belum dilakukan karena ada dampak sosial yang diukur. Mereka tak mau ada konflik horizontal di Bumi Cendrawasih akibat upaya paksa yang dilakukan.

"Kita sebetulnya kalau main paksa gitu, mungkin bisa. Tapi, dampak terhadap masyarakat di sana mesti kita perhitungkan juga dong. Nanti kalau terjadi konflik horizontal kan kita khawatir lagi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 20 Desember.

Alexander mengatakan perhitungan dampak sosial menjadi perhatian KPK. Penyebabnya, saat Lukas diperiksa banyak pendukung Lukas yang menunggui rumahnya dan membawa senjata tajam.

Selain itu, kondisi kesehatan Lukas turut jadi pertimbangan KPK. Apalagi, dia sudah mengajukan izin berobat ke Singapura meski belum diberikan.

Pemberian izin itu, kata Alexander, akan menunggu rekomendasi dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD).

"Kalau memang yang bersangkutan itu kita tahan kemudian kita bantarkan kalau sakit," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh KPK. Namun, dia tak memenuhi panggilan penyidik karena sakit.

Selanjutnya, KPK berangkat ke Jayapura pada Kamis, 3 November lalu untuk memerika Lukas. Pemeriksaan dilakukan di rumahnya.

Saat itu, tim KPK yang terdiri dari dokter independen hingga penyidik hadir dipimpin Ketua KPK Firli Bahuri. Setibanya di Jayapura, Firli sempat berbincang dengan Lukas.

Dalam perbincangan itu, Firli menanyakan kondisi Lukas dan berbicara sekitar 15 menit. Meski begitu, pemeriksaan Lukas tak berjalan lama karena ia sedang dalam kondisi sakit.