Jokowi Diminta Turun Tangan Terbitkan Inpres Tuntaskan Persoalan Maraknya Truk ODOL Penyebab Kecelakaan
Ilustrasi. Sejumlah truk berbagai jenis terparkir saat pengemudinya berunjuk rasa di Jalan A Yani, Surabaya, Jatim, Selasa 22 Februari 2022. (Antara-Didik Suhartono)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengungkapkan makin marak kendaraan over dimension and over load (ODOL) berseliweran di jalan raya.

Djoko memandang Presiden Joko Widodo harus turun tangan menuntaskan masalah keberadaan ODOL atau angkutan yang melanggar dimensi dan muatan ini. Menurutnya, Presiden dapat turun tangan dengan menerbitkan instruksi presiden (inpres).

"Diperlukan Instruksi Presiden untuk menuntaskan masalah angkuta ODOL," kata Djoko dalam keterangan tertulis, Senin, 19 Desember.

Menurutnya, perlu uluran tangan Presiden untuk menuntaskan masalah ODOL meski Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bakal melarang penuh angkutan ODOL pada awal 2023.

"Karena ini tidak cukup bisa diselesaikan di Kementerian Perhubungan," imbuhnya.

Djoko menganggap, pembenahan angkutan ODOL harus dilakukan mulai dari hulu ke hilir, serta ada kebijakan komprehensif dan diterapkan secara konsisten.

Sebab, keberadaan angkutan ODOL yang menguntungkan kelompok pengusaha ini jelas melanggar aturan. Masalahnya, pengusaha tidak terlalu serius melakukan pembenahan angkutan kelebihan muatan tersebut.

"Bahkan setiap akan diterapkan kebijakan, (pengusaha) selalu menebar teror ke masyarakat dengan mengatasnamanakan harga barang akan naik, akan terjadi inflasi, sopir akan demo dan sebagainya. Padahal kondisi di lapangan tidak seperti itu," ujar dia.

Berdasarkan data dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri tahun 2022, kendaraan ODOL menjadi penyebab 349 kecelakaan dalam kurun lima tahun terakhir. Rinciannya, 107 kasus pada 2017; 82 kasus pada 2018; 90 kasus pada 2019; 20 kasus pada 2020; dan 50 kasus pada 2021.

Padahal, lanjut Djoko, sopir truk ODOL juga tidak mau membawa barang yang berlebihan karena akan berisiko pada dirinya sendiri. Jika terjadi tabrakan, sang pengemudi hidup sudah pasti dijadikan tersangka. Jika meninggal, perusahaan pemilik barang juga sering kali tidak mau bertanggung jawab.

"Sensitifitas para pengusaha, baik pemilik barang, maupun pemilik truk terhadap keselamatan sangat rendah. Perlindungan keselamatan terhadap pengemudi dan keluarganya minim sekali," tandasnya.