Tempuh Perjalanan 17 Jam, KJRI Kuching Jemput Korban Eksploitasi Anak di Perkebunan Sawit Malaysia
Ilustrasi. Pekerja saat memanenbuah sawit pada November 2011. (ANTARA-M Fauzi Fadilah).

Bagikan:

KALTIM - Seorang anak berinisial AAP (12) asal Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim), jadi korban eksploitasi di Malaysia. Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching membantu kepulangannya atau repatriasi.

Pelaksana Fungsi Konsuler I KJRI Kuching, Budimansyah mengatakan kepulangan bocah itu melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar).

“Anak ini kami pulangkan bersama beberapa warga kita yang lainnya, dan ada juga yang dideportasi oleh Imigrasi Malaysia melalui PLBN Entikong,” katanya di PLBN Entikong Sanggau, Selasa 6 Desember, disitat Antara.

Budi menjelaskan terbongkarnya kasus eksploitasi anak itu berawal dari laporan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI pada 19 Oktober 2022. Laporan itu mengenai dugaan kasus eksploitasi secara ekonomi terhadap bocah berinisial AAP.

Menindaklanjuti laporan itu, KJRI Kuching mendatangi keberadaan yang bersangkutan di kawasan perkebunanan sawit milik perusahaan Hass Palm Oil Mill, Batu Niah, Miri, Sarawak, Malaysia. Tim KJRI Kuching menempuh perjalanan darat sekitar 17 jam.

“Berdasarkan hasil wawancara dengan yang bersangkutan, orangtua dan pengurus ladang perusahaan Hass Palm Oil, maka diperoleh keterangan bahwa yang bersangkutan masih berumur 12 tahun dan belum menyelesaikan pendidikan di Kelas VI SD,” tutur Budi.

Menurut Budi, anak berinisial AAP ini diperkerjakan di ladang Hass Palm Oil karena mengikuti ayah kandungnya berinisial AK. AAP ikut dibawa ayahnya tanpa paksaan, karena alasan tidak ada yang menjaganya jika ditinggal di kampung halamannya di Bontang, Kaltim.

Sementara dari AK anaknya ini AAP sudah berada di ladang sawit selama tiga bulan dan masuk ke Sarawak bersama kedua orang tuanya yang dibantu oleh pihak agen atau sponsor bernama Asrian melalui jalur ilegal tanpa menggunakan dokumen perjalanan resmi (paspor).

Atas kasus ini, ujar Budi, pihak perusahaan Hass Palm Oil telah mengakui dan memohon maaf atas kelalaian yang terjadi di ladangnya. Pihak pengurus ladang berdalih bahwa mereka hanya mengetahui yang bersangkutan telah berumur 18 tahun.

“Kami dari KJRI Kuching telah memberikan peringatan secara keras kepada pihak perusahaan, karena Warga Negara Indonesia (WNI) yang boleh dipekerjakan minimal berumur 18 tahun,” ungkap Budi.

Budimansyah menambahkan, KJRI Kuching juga menjelaskan kepada orangtua yang bersangkutan bahwa mengingat anaknya masih di bawah umur 18 tahun, maka tidak dapat dipekerjakan di ladang dan harus dipulangkan ke Indonesia untuk melanjutkan sekolahnya di Indonesia.

“Kemudian persiapan pemulangannya, sejak tanggal 10 November 2022, yang bersangkutan telah dibawa ke Kuching dan ditempatkan di Tempat Singgah Sementara (TSS) atau Shelter KJRI Kuching. Dan hari ini 6 Desember 2022 yang bersangkutan akan dipulangkan ke kampung,asalnya melalui PLBN Entikong,” tandasnya.