Terakhir Didokumentasikan Tahun 1882, Burung Merpati Kepala Hitam Terlihat di Papua Nugini
Burung merpati kepala hitam. (Tangkapan layar YouTube channel American Bird Conservancy)

Bagikan:

JAKARTA - Lama tidak terlihat dan diperkirakan punah, seekor burung langka kembali terlihat di hutan Papua Nugini, tertangkap kamera tim ilmuwan dan konservasionis.

Burung dimaksud adalah Merpati Kepala Hitam atau Black-naped Pheasant-Pigeon yang sulit ditangkap, seekor merpati besar yang tinggal di darat yang hanya hidup di Pulau Fergusson, sebuah pulau terjal di Kepulauan D'Entrecasteaux, lepas pantai timur Papua Nugini.

Seperti pheasant-pigeon lainnya, Black-naped Pheasant-Pigeon memiliki ekor yang lebar dan terkompresi secara lateral, yang, seiring dengan ukurannya, membuatnya sangat mirip dengan pheasant.

Terakhir didokumentasikan pada tahun 1882 saat para peneliti mendeskripsikannya, burung itu telah diamati beberapa kali selama bertahun-tahun oleh pemburu lokal.

Foto dan video yang baru diambil adalah pertama kalinya sejak saat itu. Tim peneliti memotret burung merpati dengan jebakan kamera jarak jauh pada akhir pencarian selama sebulan di Fergusson.

Ahli burung hanya tahu sedikit tentang spesies tersebut, tetapi percaya bahwa populasi di Fergusson sangat kecil dan menurun.

"Ketika kami mengumpulkan kamera jebakan, saya memperkirakan ada kurang dari satu persen peluang untuk mendapatkan foto Pheasant-Pigeon Black-naped," kata Jordan Boersma, peneliti postdoctoral di Cornell University dan salah satu pemimpin tim ekspedisi, melansir situs American Bird Conservancy (ABC) 25 November.

"Kemudian saat saya melihat-lihat foto, saya terpana dengan foto burung ini yang berjalan melewati kamera kami," lanjutnya.

"Setelah sebulan mencari, melihat foto-foto pertama burung merpati terasa seperti menemukan (kuda) unicorn," tambah John C. Mittermeier, direktur Program Burung Hilang di ABC dan salah satu pemimpin ekspedisi.

"Ini adalah momen yang Anda impikan sepanjang hidup Anda sebagai seorang konservasionis dan pengamat burung," sambungnya.

Tim ekspedisi yang terdiri dari warga lokal Papua Nugini yang bekerja dengan Museum Nasional Papua Nugini, Laboratorium Ornitologi Cornell dan ABC, tiba di Fergusson pada awal September 2022.

Mereka menghabiskan waktu sebulan berkeliling pulau, mewawancarai masyarakat setempat untuk mengidentifikasi lokasi pemasangan kamera jebakan, dengan harapan menemukan burung merpati.

Medan pegunungan yang curam di Pulau Fergusson membuat pencarian burung itu sangat menantang.

"Baru setelah kami mencapai desa-desa di lereng barat Gunung Kilkerran, kami mulai bertemu dengan para pemburu yang telah melihat dan mendengar burung-burung merpati," jelas Jason Gregg, ahli biologi konservasi dan salah satu pemimpin tim ekspedisi.

"Kami semakin percaya diri dengan nama lokal burung tersebut, yaitu 'Auwo' dan merasa semakin dekat dengan habitat inti tempat tinggal Burung-Burung Pheasant-Merpati Hitam," tuturnya.

Diketahui, ekspedisi tersebut merupakan studi kamera jebakan pertama yang dilakukan di Fergusson Island. Tim menempatkan 12 kamera jebakan di lereng Gunung Kilkerran, gunung tertinggi di Fergusson dan memasang delapan kamera tambahan, di lokasi di mana pemburu lokal telah melaporkan melihat burung merpati di masa lalu.

Seorang pemburu lokal bernama Augustin Gregory di Desa Duda Ununa, sebelah barat Gunung Kilkerran memberikan petunjuk terobosan di mana menemukan burung itu.

Gregory melaporkan melihat burung merpati beberapa kali di daerah dengan pegunungan dan lembah yang curam dan menjelaskan mendengar suara khas burung tersebut.

Mengikuti saran Gregory, tim memasang kamera di area hutan lebat. Sebuah kamera ditempatkan di punggung bukit pada ketinggian 3.200 kaki (1.000 meter), dekat Sungai Kwama di atas Duda Ununa akhirnya menangkap Pheasant-Pigeon Black-naped yang sedang berjalan di 'lantai' hutan, dua hari sebelum tim dijadwalkan meninggalkan pulau.

"Akhirnya kami menemukan Pheasant-Pigeon Black-naped, itu terjadi pada jam-jam terakhir ekspedisi," ungkap Doka Nason, anggota tim yang memasang camera trap yang akhirnya memotret burung yang hilang tersebut.

"Ketika saya melihat foto-foto itu, saya sangat bersemangat," lanjutnya.

Sebuah survei dua minggu pada tahun 2019 oleh Boermsa, Gregg, dan Nason tidak menemukan jejak burung tersebut, meskipun mengumpulkan laporan dari pemburu lokal, tetapi membantu menentukan lokasi pencarian tim pada tahun 2022.

Temuan tim menunjukkan, burung merpati kemungkinan sangat langka. Hutan terjal dan tidak dapat diakses tempat mereka menemukan kembali spesies tersebut, bisa menjadi benteng terakhir spesies di pulau itu.

"Fakta bahwa banyak orang yang kami wawancarai belum pernah melihat atau mendengar tentang burung pheasant-pigeon benar-benar menyoroti betapa sulit ditangkapnya burung ini dan menunjukkan bahwa ia bisa sangat sensitif terhadap gangguan manusia," kata Cosmo Le Breton, yang mendukung tim dalam lapangan sebagai asisten peneliti dari Universitas Oxford.