CIANJUR - "Mamah, jangan nangis," ucap Nayah dengan suara parau, merasakan air mata sang ibu menetes turun ke wajahnya.
Ucapan ini disebut Nayah saat berada di pangkuan ibunya yang membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan usai tertimpa reruntuhan gempa Cianjur.
"Mamah enggak nangis, kok. Nayah harus kuat, ya," jawab sang ibu, Siti Atiqah yang tak kuasa melihat bocah berusia 11 tahun itu bersimbah darah di sekujur wajah dan sebagian tubuhnya.
Kepada VOI yang menemuinya di RSUD Sayang, Cianjur, pada Kamis, 24 November, Atiqah bercerita bagaimana detik-detik gempa yang masih terbayang jelas di ingatannya.
Senin, 21 November siang, Atiqah tengah pergi ke warung dekat rumahnya yang terletak di Kampung Selahuni, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Gempa berkekuatan magnitudo 5,6 tiba-tiba mengguncang. Atiqah panik. Tanpa sempat memakai sandal, Atiqah langsung menuju rumahnya yang sudah luluh lantak, rata dengan tanah, mencari keberadaan Nayah.
"Nayah! Nayah!" seru Atiqah dengan degup jantung yang kencang.
Ketika gempa terjadi, Nayah tengah bermain di teras rumah teman sekolahnya. Nayah telentang dan memeluk temannya yang berada di atas tubuhnya, tertimpa reruntuhan. Kaki sebelah kiri Nayah yang terangkat terlihat oleh warga di sela puing-puing bangunan. Nayah dan temannya langsung dievakuasi.
Siti Atiqah, saat mencari Nayah di rumahnya tiba-tiba teringat bahwa anaknya sempat pamit untuk bermain di rumah temannya. Atiqah langsung bergegas menuju ke sana. Namun, tetangganya mengabari bahwa Nayah sudah dibawa ke pos ronda.
"Ibu (Atiqah) bertemu sama Nayah pas dia udah dievakuasi di pos ronda. Nayah saat itu lagi teriak-teriak menangis kesakitan. Ibu langsung peluk dia," ungkap Atiqah.
Menyadari tak bisa meminta ambulans mendatangi wilayahnya untuk membawa Nayah ke rumah sakit, Atiqah meminta bantuan tetangga untuk mengantar dirinya dan Atiqah menggunakan sepeda motor.
"Tolong kasih jalan!" seru sang tetangga yang menyopiri Nayah dan Atiqah menuju rumah sakit. Perjalanan selama 30 menit terasa sangat lama bagi Atiqah. Ditambah, medan jalanan saat itu cukup menyulitkan akibat tertutup puing-puing bangunan.
Sepanjang jalan menuju RSUD Sayang, tangis Atiqah tak kunjung henti melihat Nayah terkulai lemas di pangkuannya. Atiqah menguatkan dirinya dan berusaha agar Nayah tetap sadarkan diri hingga menuju rumah sakit.
"Nayah, jangan tidur," ucap Atiqah menggenggam kuat lengan Nayah.
"Enggak, Mah. Nayah enggak tidur kok".
BACA JUGA:
Sesampainya di rumah sakit, Nayah langsung mendapat pertolongan. Empat jam berselang, ayah Nayah tiba di rumah sakit, sepulangnya dari lapak warung miliknya di kawasan Puncak.
Pada hari keempat mendapat perawatan di RSUD Cianjur, kondisi Nayah mulai membaik. Meski sering melamun, Nayah tetap merespons ucapan Atiqah yang mengajaknya berbicara.
"Alhamdulillah. walaupun sekarang masih lebam, tapi kondisi Nayah sekarang enggak seperti kemarin-kemarin," tutur Atiqah.
Nayah belum diperkenankan untuk pulang sampai saat ini karena masih memerlukan perawatan intensif. Atiqah memandang hal itu lebih baik. Mengingat, saat ini Atiqah dan keluarganya belum berani kembali ke rumahnya yang kini rata dengan tanah.
"Petugas juga masih ngelarang kita masuk ke pemukiman, takutnya ada gempa susulan. Paling, bapaknya saja yang pulang ke rumah untuk mencari dokumen kependudukan yang bisa diselamatkan," imbuhnya.