Bagikan:

MALUKU - Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKP), Maluku, menghentikan proses hukum terhadap tiga orang tersangka dalam kasus dugaan pembalakan liar.

Kasat Reskrim Polres Kepulauan Tanimbar Iptu Axel Panggabean mengatakan, sebelumnya penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu RMM, FR, dan JM dengan ancaman pasal 83 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang telah diubah sebagaimana pasal 37 angka 13 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ketiga tersangka ditangkap bersama barang bukti kayu di Pelabuhan Yos Sudarso Saumlaki, Tanimbar, saat akan menjual kayu diduga hasil pembalakan liar menuju Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 14 Juni 2022.

Setelah dilakukan proses penyidikan, penyidik tidak menemukan cukup bukti serta adanya pertimbangan saksi ahli yang menjelaskan bahwa perbuatan para tersangka tidak memenuhi unsur sebagaimana disangkakan.

"Saat penetapan tersangka itu, saya belum menjabat sebagai kasat reskrim. Saat saya bertugas, kita melakukan proses lanjut dan meminta keterangan saksi ahli yang ditunjuk oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku. Kesimpulannya bahwa para tersangka tidak bisa diproses lanjut karena kayu itu APL atau diambil dari wilayah yang berizin dan jika mau dijual ke luar daerah itu diperbolehkan karena mereka bayar pajak" kata Axel, di Saumlaki, Maluku, dikutip dari Antara, Rabu 9 November.

APL adalah areal di luar kawasan hutan negara yang diperuntukkan kegiatan pembangunan di luar bidang kehutanan. "Hutan di APL selain berfungsi sebagai penyangga lingkungan kehidupan masyarakat yang paling dekat, juga dapat sebagai sumber ekonomi masyarakat setempat," katanya.

Oleh karena itu, ia mengatakan penyidik menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan para tersangka dibebaskan dari ancaman hukuman. "Jadi, penyidik bekerja sudah sesuai dengan tahapan dan aturan," tambahnya.

Sebelumnya, Kapolres Kepulauan Tanimbar AKBP Umar Wijaya menyatakan polisi telah menyita barang bukti ratusan kayu olahan berbagai jenis dalam kasus itu. Kasus itu diawali dengan penangkapan pertama oleh personel Satuan Sabhara Polres Tanimbar yang berpatroli di Pelabuhan Yos Sudarso Saumlaki pada 14 Juni 2022.

Polisi menemukan satu unit mobil truk dengan nomor polisi L 9159 NJ yang memuat kayu olahan jenis Merbau/besi dengan ukuran 6 cm x 12 cm x 400 cm sebanyak 127 potong. Kemudian ketika dilakukan pemeriksaan, sopir yang mengangkut kayu berinisial RRM tidak dapat menunjukkan dokumen kayu sehingga truk dan muatannya langsung diamankan di Polres Tanimbar.

Setelah itu, dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi maupun sopir yang membawa kayu tersebut. Lima orang saksi yang diperiksa, di antaranya personel Polri yang bertugas, buruh Pelabuhan Saumlaki yang menaikkan dan menurunkan kayu tersebut, serta RRM.

Dari hasil pemeriksaan diketahui kayu tersebut merupakan milik FR di Desa Lauran, Kecamatan Tanimbar Selatan, yang rencananya dibawa ke Kupang dengan menggunakan Kapal Motor Berkat Taloda.

Ia menjelaskan, tak lama berselang pada hari itu, personel Satreskrim Polres Tanimnar juga mengamankan satu unit truk dengan nomor polisi DE 8697 E yang sedang memuat kayu di areal pelabuhan dan tidak dilengkapi dokumen. Kendaraan itu memuat kayu olahan jenis lenggua dengan ukuran 4 cm x 25 cm x 300 cm sebanyak 140 potong.

Menurut hasil pemeriksaan, kayu tersebut milik warga berinisial STG. Sopir truk berinisial JM mengaku sebelumnya mengangkut kayu olahan jenis merbau/besi dengan ukuran 6 cm x 12 cm x 400 cm sebanyak 105 potong, dan ukuran 4 cm x 25 cm x 400 cm sebanyak 20 lembar.

Ketika dicek petugas di lapangan, sopir JM tidak dapat menunjukkan dokumen lengkap sehingga, barang bukti tersebut diamankan di Polres Kepulauan Tanimbar. Terhadap temuan kasus kedua ini, penyidik Satresrim kemudian juga melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi dan sopir JM, yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Namun, saat itu, polisi belum bisa memeriksa seorang pemilik kayu berinisial STG karena mempertimbangkan kondisi kesehatannya yang sudah tua dan baru menjalani operasi tumor.

Saat itu, para tersangka diancam dengan hukuman sesuai pasal yang disangkakan yaitu para tersangka terancam dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.