Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan keberangkatan Ketua KPK Firli Bahuri dan tim ke Jayapura memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe tak sembarangan diputuskan. Kajian internal sudah dilaksanakan dengan berbagai pihak.

"Sebelumnya tentu telah dilakukan kajian dan diskusi mendalam di internal KPK, khususnya penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU), seluruh struktural penindakan, pimpinan, serta pihak-pihak terkait lainnya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu, 5 November.

Ali memastikan kehadiran Firli dan tim ke Jayapura bertujuan untuk mengusut dugaan korupsi yang menjerat Lukas. Hanya saja, pengusutan ini harus melihat kondisi kesehatan kepala daerah itu sebagai tersangka.

"Untuk itulah dalam kegiatan pemeriksaannya diikutsertakan pula tim dokter KPK dan IDI," tegasnya.

Lebih lanjut, KPK memastikan keikutsertaan Firli juga tak melanggar aturan. Apalagi, tak ada klandestin di ruang gelap yang bisa menimbulkan kecurigaan.

"Kegiatan tersebut dilakukan di tempat terbuka dan dapat disaksikan langsung oleh berbagai pihak bahkan kemudian dipublikasikan kepada masyarakat," ujar Ali.

Diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri bersama tim dokter KPK dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) serta penyidik telah menemui Lukas Enembe pada Kamis, 3 November. Pemeriksaan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Lukas juga sudah dilaksanakan.

Hanya saja, pemeriksaan segera diselesaikan karena kesehatan Lukas. Saat itu, dia sakit dan kondisinya sudah diperiksa oleh tim dokter.

Kehadiran komisi antirasuah ke Jayapura dapat sorotan. Salah satunya, datang dari eks pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute yang menilai ada perlakuan khusus dari komisi antirasuah pada Lukas.

"Mengapa Lukas Enembe tidak di perlakukan sama dengan para tersangka lain yang mangkir dan tidak bersedia untuk datang meski sudah di panggil berkali-kali oleh KPK," kata Praswad kepada wartawan, Jumat, 4 November.

Praswad menilai tindakan ini tidak sesuai dengan prinsip dan kode etik KPK, yang salah satu poinnya memperlakukan semua warga negara Indonesia sama di mata hukum. Bahkan, perlakuan ini bisa jadi preseden buruk.

Kata dia, bukan tak mungkin nantinya cara Lukas diikuti tersangka lain. Mereka bisa saja beralasan, bahkan meminta pimpinan komisi antirasuah untuk bertemu mereka untuk melakukan lobi.