Biara Kristen Kuno Ditemukan di Umm Al Quwain UEA: Monumen Toleransi Agama
Foto udara komplek biara Kristen kuno. (Sumber: Department of Archaeology and Tourism Umm Al Quwain/Nasser Muhsen Bin Tooq)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah arkeolog yang tergabung dalam tim penelitian berhasil menemukan sebuah biara Kristen kuno di Pulau Al Sinniyah, Umm Al Quwain, Uni Emirat Arab (UEA).

Mengumumkan penemuan utama pada hari Kamis, Departemen Pariwisata dan Arkeologi emirat mengatakan kompleks itu termasuk sebuah gereja, ruang makan, tangki air dan tempat untuk para biarawan di mana mereka menghabiskan waktu dalam kesendirian.

Penanggalan radiokarbon dan penilaian tembikar yang digali di situs tersebut menunjukkan, komunitas tersebut berkembang di sana antara akhir abad keenam hingga pertengahan abad kedelapan, yang berarti itu bisa saja didirikan di era pra-Islam.

Temuan ini juga menyoroti saat Kristen dan Islam hidup berdampingan, mengungkapkan lebih banyak tentang populasi Arab Kristen yang berkembang pesat di Arab Timur.

Al Sinniyah, berbentuk seperti beberapa jari, terletak di antara semenanjung UAQ dan pantai Teluk, melindungi laguna Khor Al Beida yang dikelilingi bakau.

Di sekitar pantainya adalah bukti pendudukan manusia yang berlangsung ribuan tahun.

Ini adalah biara kedua yang ditemukan di UEA, setelah penemuan satu di Pulau Sir Bani Yas di Abu Dhabi pada awal 1990-an.

Enam biara kuno sejauh ini telah ditemukan di sepanjang pantai Teluk Arab.

"Ini adalah penemuan yang sangat langka," kata Prof Tim Power dari Universitas UEA, yang merupakan bagian dari tim yang menggali biara tersebut, melansir The National News 3 November.

"Ini adalah pengingat penting dari bab yang hilang dari sejarah Arab," sambungnya.

Temuan itu bagian dari Proyek Arkeologi Sinniyah, sebuah kolaborasi antara Departemen Pariwisata dan Arkeologi UAQ; Institut Studi Dunia Kuno di Universitas New York dan Misi Arkeologi Italia di UAQ untuk mempelajari daerah tersebut.

Hal ini selanjutnya didukung oleh Kementerian Kebudayaan dan Pemuda UEA.

Penemuan biara pertama kali dilakukan tahun lalu, memperkuat Al Sinniyah sebagai salah satu situs arkeologi terpenting di UEA.

Reruntuhan yang ditemukan berada di daerah terpencil dan tidak berpenghuni, tetapi lebih dari seribu tahun yang lalu orang hidup, berdagang dan berdoa di pulau itu.

Biara mencakup sekelompok bangunan termasuk dapur, gudang dan tangki untuk mengumpulkan air minum dan oven untuk roti komuni. Berdekatan dengan rumah kepala biara atau 'istana uskup.'

Biara itu dibangun dari batu pantai setempat dan dinding serta lantainya dilapisi sejenis plester kapur.

Sebuah tangki besar yang ditemukan di dekat altar berpotensi digunakan untuk pembaptisan. Diyakini mereka merayakan misa di gereja lorong tunggal, berdoa tujuh kali sehari, melantunkan doa dan bahkan menyanyikan lagu pujian.

Para arkeolog juga menemukan sebuah altar dan mangkuk yang diduga digunakan untuk mencampur anggur.

"Kami juga menemukan piala kaca berukuran besar. Mereka bukan jenis minuman dan dimaksudkan untuk menyampaikan Ekaristi dan untuk upacara," terang Prof Power.

Diterangkan olehnya, para biksu di wilayah ini terkenal dengan praktik pertapaan dan dapat dibandingkan dengan komunitas monastik yang ada di Iona, pantai barat Skotlandia dari abad keenam.

Para arkeolog mengatakan penting untuk dicatat, itu tidak dibangun oleh pengunjung. Itu dianggap sebagai bangunan Kristen Arab yang tidak asing dan merupakan bagian dari cerita lokal.

Setelah kebangkitan Islam, Prof Power mengatakan ada periode sekitar 300 tahun di mana kedua agama itu hidup berdampingan.

"Narasi penaklukan dengan kekerasan tidak akan berhasil. Tempat itu perlahan ditinggalkan. Tidak ada tanda-tanda kehancuran atau kekerasan atau pembakaran. Ada perubahan budaya dan sosial yang meningkat, seiring dengan memudarnya kekristenan dan Islam menjadi dominan. Ini adalah monumen toleransi dan masyarakat multi-agama," paparnya.

"Islam bukanlah komunitas monoteistik pertama yang datang, tetapi membuka jalan bagi penyebaran Islam. Fakta bahwa ada populasi Arab Kristen di Arabia Timur agak diabaikan. Jadi penemuan ini adalah pengingat penting dari bab yang hilang dari sejarah Arab," tandasnya.

Awal tahun ini penggalian di pulau itu membuktikan, Umm Al Quwain setidaknya berusia 700 tahun.

Dua pemukiman ditemukan, dengan yang tertua diyakini berasal dari abad ke-13 atau ke-14.

Sebelumnya, UAQ diperkirakan tumbuh di sekitar benteng yang didirikan oleh Syekh Rasyid bin Majid Al Mualla pada tahun 1768.

Penggalian biara lebih lanjut direncanakan di lokasi tersebut untuk tahun depan.