JAKARTA - Advokat senior Yusril Ihza Mahendra menyayangkan pencabutan gugatan perbuatan melawan hukum atas kasus “Ijazah Palsu Jokowi” yang dilakukan pengacara Bambang Tri Mulyono (BTM) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 27 Oktober. Sebaliknya, Yusril juga menyayangkan polisi menahan BTM dalam dugaan melakukan tindak pidana pencemaran agama.
"Walaupun penahanan ini tidak berkaitan dengan gugatan 'ijazah palsu Jokowi', namun langkah itu mengesankan pemerintah menggunakan kekuasaan, bukannya hukum, dalam menghadapi BTM. Sementara semua orang tahu, BTM menggunakan Eggi Sudjana dan Ahmad Khozinudin untuk menggugat ijazah Jokowi ke PN Jakarta Pusat," ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Minggu, 30 Oktober.
Namun, lanjutnya, penahanan BTM malah dijadikan Eggi dan Khozinudin sebagai alasan untuk mencabut gugatan lantaran mereka susah mengumpulkan bukti-bukti untuk memenangkan gugatan. Sebab, BTM yang mempunyai akses kepada saksi dan bukti persidangan justru ditahan polisi dan tidak bisa dikunjungi.
"Dengan dicabutnya gugatan, maka apakah ijazah Jokowi, mulai SD, SMP, SMA dan UGM yang dijadikan syarat Jokowi maju ke Pilpres, asli atau palsu, akhirnya tidak pernah terbukti dan diputuskan oleh pengadilan. Padahal putusan hukum yang inkracht van gewijsde dan menyatakan ijazah Jokowi asli atau palsu sangat penting, bukan saja untuk mengakhiri kontroversi politik mengenai soal itu, tetapi juga sangat penting untuk kepastian hukum, agar kasus kontroversial ini berakhir dengan jelas," kata Yusril.
"Kalau tidak, kasus ini selamanya akan menggantung dan menjadi gunjingan politik tanpa henti," sambungnya.
Menurut Yusril, para pendukung Jokowi akan ramai-ramai membuat pernyataan ke media bahwa mereka menjadi saksi ijazah Jokowi asli. Sebaliknya, BTM dan para pendukungnya tidak akan pernah berhenti menggunakan media untuk terus melancarkan serangan bahwa Jokowi adalah “penipu” dan ijazahnya palsu dengan bukti-bukti versi mereka.
"Tetapi semua pernyataan itu hanyalah bagian dari pembentukan dan penggalangan opini belaka. Dari sudut hukum, pernyataan-pernyataan itu tidak ada bobot dan nilainya, kecuali keterangan itu diucapkan di bawah sumpah dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum," kata Yusril.
Ketua Umum PPB itu menilai, adanya putusan pengadilan terhadap kasus kontroversial tersebut sangat penting agar ada kepastian hukum. Karena itu, dirinya menyayangkan mengapa polisi menahan BTM.
"Walaupun dasar penahanannya tidak berkaitan dengan gugatan 'ijazah palsu Jokowi', tetapi kesan Pemerintah 'main kekuasaan' menghadapi BTM sulit dihindari. Lagipula, penahanan bahkan pemenjaraan tidak akan membuat BTM menjadi jera. Kontroversi 'ijazah palsu Jokowi' sudah diungkapkan BTM melalui bukunya 'Jokowi Under Cover' yang membuatnya masuk penjara. Setelah keluar penjara, BTM mulai lagi dengan serangan yang sama terhadap Jokowi," jelas Yusril.
Satu-satunya cara 'mengalahkan' BTM, kata Yusril, adalah dengan mengajukan bukti-bukti surat baik tertulis, rekaman, foto dan sejenisnya, keterangan saksi dan ahli dibawah sumpah yang memberikan keterangan dalam sidang yang terbuka untuk umum guna membantah bukti-bukti yang diajukan oleh BTM dan para pengacaranya.
"Percayakan kepada majelis untuk menilai semua bukti yang diajukan oleh penggugat maupun tergugat dengan seluas-luasnya, untuk akhirnya memutuskan gugatan dikabulkan atau ditolak. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis tentu akan mengemukakan dasar-dasar hukum putusan dan menilai alat-alat bukti yang dihadirkan penggugat dan tergugat dengan jernih dan mengambil putusan yang paling tepat dan dapat dipertanggungjawabkan," terang Yusril.
Yusril menegaskan, alasan pencabutan gugatan lantaran BTM ditahan polisi dan sulit mengumpulkan bukti juga terkesan aneh. Pasalnya, pengacara yang bekerja secara profesional tentu telah mengumpulkan semua bukti yang membuatnya 'haqqul yaqin' akan memenangkan gugatan sebelum mendaftarkan gugatan ke pengadilan.
"Mereka pasti tahu ketentuan hukum acara perdata: siapa mendalilkan harus membuktikan dalilnya. Bukan Jokowi dan para pengacaranya yang harus membuktikan ijazah Jokowi asli dan tidak palsu. BTM dan para pengacaranya lah yang harus membuktikan bahwa ijazah Jokowi mulai SD sampai UGM adalah palsu," tegasnya.
"Kalau bukti-bukti masih sulit dikumpulkan dengan alasan apapun, termasuk yang punya akses terhadap data dan saksi hanyalah penggugat prinsipal, dalam hal ini adalah BTM, lazimnya seorang pengacara takkan berani mendaftarkan gugatan seperti itu ke pengadilan. Kalau masalah BTM ditahan dan tidak bisa hadir ke pengadilan, mestinya tidak masalah. Bukankah dia sudah menunjuk Eggi dan Khozinudin untuk mewakili dirinya?," imbuh Yusril.
Bahkan, menurut Yusril, penahanan BTM justru bisa 'dimainkan' Eggi dan Khozinudin untuk membangun opini di luar sidang agar memperoleh dukungan moril, opini dan politik terhadap gugatannya. Walaupun opini seperti itu tidak boleh mempengaruhi hakim dalam mengadili suatu perkara, tetapi secara tidak langsung opini tersebut tetap penting.
"Jadi, saya juga bisa bertanya, apakah penahanan BTM hanya sebagai alasan untuk mencabut perkara, ataukah memang sedari awal para pengacaranya tahu bahwa bukti-bukti yang akan dihadirkan di sidang nantinya kurang meyakinkan?," kata Yusril.
Menurut Mantan Menteri Sekretariat Negara itu, polisi tidak perlu menahan BTM ketika sedang mengajukan gugatan 'ijazah palsu Jokowi' ke pengadilan. Biarkan persidangan berlangsung dan lihat putusan pengadilan apakah ijazah Jokowi palsu atau tidak.
BACA JUGA:
Sebaliknya, para pengacara BTM juga tidak perlu mengemukakan alasan karena BTM ditahan sulit mengumpulkan bukti-bukti dan kemudian mencabut gugatan. Sebagai pengacara, mestinya mereka memberi saran kepada BTM agar meneruskan gugatan.
"Ibarat kata pepatah, berjalan harus sampai ke ujung, berlayar harus sampai ke tepi. BTM juga harus dengan ksatria menerima apapun putusan pengadilan nantinya, gugatannya dikabulkan atau ditolak dengan segala implikasinya. Begitu pula Jokowi," kata Yusril.
"Alangkah baiknya jika Presiden Jokowi mengatakan kepada publik, misalnya, 'Saya tahu ada yang menggugat saya ke pengadilan dan menuduh ijazah saya palsu. Saya telah menunjuk pengacara untuk mewakili saya di pengadilan. Sebagai Presiden, walaupun gugatan ini ditujukan kepada saya pribadi, saya mempersilahkan majelis hakim untuk memeriksa dan memutus gugatan ini berdasarkan hukum dan keadilan untuk akhirnya nanti memutuskan apakah ijazah saya asli atau tidak. Mari kita tunggu putusan pengadilan'. Jika ada ucapan Presiden Jokowi seperti itu, orang akan makin menghormati beliau dan menganggap beliau sebagai seorang negarawan sejati," papar Yusril.
Namun sayang, tambah Yusril, BTM ditangkap dan dijebloskan dalam tahanan. Sayang pula, Eggi dan Khoizinudin mencabut gugatan yang telah memasuki persidangan itu.
"Akhirnya hukum tidak menjalankan fungsinya untuk memberi kata putus terhadap sebuah persolan yang dipertikaikan. Sementara kontroversi politik akan terus berlanjut tanpa tanda-tanda kapan akan berakhir," pungkas Yusril Ihza Mahendra.