JAKARTA - Rezim militer Myanmar membela serangan udara mereka yang menewaskan puluhan orang, dalam konser yang digelar kelompok etnis bersenjata, sebagai tanggapan yang dibenarkan, membantah tuduhan menargetkan warga sipil dan berpotensi menjadi kejahatan perang.
Serangan udara pada Minggu malam di Negara Bagian Kachin di utara menewaskan sedikitnya 50 warga sipil, termasuk penyanyi dan perwira Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), media melaporkan, mengutip saksi yang mengatakan tiga pesawat melakukan serangan itu.
Militer mengatakan, pasukannya menanggapi penyergapan dan serangan lain oleh KIA dan kelompok bersenjata terhadap pasukannya dan telah memenuhi aturan keterlibatan internasional.
"Sebagai pasukan keamanan, mereka bertanggung jawab untuk memerangi gerilyawan, yang penting bagi perdamaian dan stabilitas regional," kata militer dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs web militer, melansir Reuters 25 Oktober.
Serangan udara itu terjadi di wilayah A Nang Pa di kotapraja Hpakant dan menewaskan sedikitnya 50 orang, kata layanan berbahasa Burma BBC. Sementara, Grup Berita Kachin mengatakan sekitar 80 orang tewas dan 100 orang terluka.
KIA mengatakan serangan itu menargetkan perayaan ulang tahun ke-62 pendirian sayap politiknya dan mengatakan serangan itu harus dianggap sebagai kejahatan perang.
Adapun rezim militer menggambarkan laporan itu sebagai "rumor". Mereka tidak memberikan perkiraan sendiri tentang jumlah korban tetapi mengatakan hanya anggota KIA dan "teroris" yang tewas.
KIA telah berjuang mati-matian selama enam dekade untuk otonomi yang lebih besar bagi orang-orang Kachin. Mereka menyuarakan dukungan untuk oposisi terhadap kekuasaan militer setelah kudeta tahun lalu, ketika para jenderal menggulingkan pemerintah sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi.
BACA JUGA:
Sementara itu, Pemerintah Persatuan Nasional Bayangan (NUG), sebagian besar terdiri dari loyalis Suu Kyi, menuduh tentara menargetkan warga sipil, meminta PBB dan masyarakat internasional untuk campur tangan dan menghentikan "kekejaman dan kejahatan perang yang dilakukan oleh junta."
"Kami membutuhkan tindakan nyata dan dukungan segera dari masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban junta," kata Dr. Sasa, juru bicara NUG yang dibentuk oleh penentang junta setelah kudeta, dalam sebuah pernyataan.
Diketahui, Myanmar telah terjebak dalam siklus kekerasan sejak tentara menggulingkan pemerintah Suu Kyi. Gerakan oposisi, beberapa bersenjata, telah muncul di seluruh negeri, yang telah dilawan oleh militer dengan kekuatan mematikan.