JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebut bahwa sudah saatnya pemerintah menetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada penyakit gagal ginjal akut yang melanda Indonesia.
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501 Tahun 2010 status KLB ditetapkan saat timbulnya atau meningkatnya kesakitan dan/atau kematian dalam kurun waktu tertentu yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
"Kenapa harus ditetapkan sebagai KLB, karena kriterianya terpenuhi. Pemahaman mendasar dari KLB adalah adanya satu kejadian yang tidak lazim. (Gagal ginjal akut) ini kan tidak lazim karena adanya kematian dalam waktu yang relatif periodenya sama dan tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini kan masuk kategori KLB," kata Dicky kepada VOI, Jumat, 21 Oktober.
Status KLB sebagai penanganan kasus-kasus gagal ginjal akut, menurut Dicky, menjadi penting. Sebab, ketika satu penyakit yang serius ditetapkan sebagai KLB, maka mobilisasi sumber daya hingga koordinasi menjadi lebih terpenuhi oleh satu regulasi.
Sehingga, kondisi keterbatasan finansial, SDM, hingga teknologi yang diperlukan dalam penanganan kasus pada suatu daerah bisa terbantu.
"Meskipun memang di sisi pemerintah tidak akan mengenakkan, menunjukkan satu kejadian yang misalnya, obat yang ada di Indonesia tercemar atau kelemahan dalam aspek pengawasan, ya apa boleh buat. Itu memang faktanya," ujar Dicky.
"Untuk memperbaiki dan menebusnya, tidak lain adalah mencegah kasus ini berkembang dan memakan lebih banyak korban dengan cara penetapan status KLB," lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, gagal ginjal akut misterius atau atypical progressive acute kidney injury (AKI) adalah kondisi saat ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring limbah dari darah dan tanpa diketahui penyebabnya.
Gejala awal gangguan ginjal akut misterius adalah demam, diare atau muntah, dan batuk-pilek. Gejala lanjutannya adalah jumlah urin dan frekuensi BAK berkurang, badan membengkak, penurunan kesadaran, dan sesak napas.
Kementerian Kesehatan sudah meneliti bahwa pasien balita yang terkena gagal ginjal akut misterius terdeteksi memiliki 3 zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, dan ethylene glycol butyl ether-EGBE.
Ketiga zat kimia ini merupakan impurities dari zat kimia tidak berbahaya, polyethylene glycol, yang sering dipakai sebagai solubility enhancer di banyak obat-obatan jenis sirup.
Beberapa jenis obat syrup yang digunakan oleh pasien balita yang terkena AKI (kita ambil dari rumah pasien), terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, yang seharusnya tidak ada/sangat sedikit kadarnya di obat-obatan sirup tersebut. Sehingga, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan keputusan yang melarang penggunaan obat-obatan sirup.
BACA JUGA:
"Sambil menunggu otoritas obat atau BPOM memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup. Mengingat balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an per bulan," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya.