Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah sampai saat ini masih belum mau menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) pada kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau atypical progressive acute kidney injury (AKI) di Indonesia.

Alih-alih menetapkan status KLB, penanganan gagal ginjal akut oleh pemerintah sejauh ini adalah melarang penggunaan obat sirop serta penyediaan 14 rumah sakit rujukan pada sejumlah kota di Indonesia.

Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, upaya penanggulangan gagal ginjal akut saat ini belum optimal jika pemerintah tidak menetapkan status KLB.

Sebab, saat ini banyak pemerintah daerah yang kesulitan melakukan penanganan penyakit ini karena keterbatasan anggaran dan fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing daerahnya.

"Pasien di daerah, misalnya untuk pasien dari Baubau ke (RS rujukan di) Makassar atau ke Kendari, mau pakai apa ke sana? Perahu? Enggak bisa, harus pesawat. Uangnya dari mana? Jangankan warganya, pemerintah daerahnya juga belum tentu punya uang," kata Dicky dalam diskusi virtual, Sabtu, 22 Oktober.

Menurutnya, yang dikhawatirkan jika penanganan kasus gagal ginjal akut hanya pada 14 rumah sakit rujukan, adalah perburukan kondisi pasien karena penanganan yang membutuhkan waktu.

"Kendalaknya saat ini adalah mengumpulkan pasien dan membutuhkan waktu, akhirnya pasien meninggal juga. Jadi, artinya status KLB ini penting untuk membantu masyarakat. Jangan dilihat di Jakarta kasusnya banyak, tapi juga di daerah di luar Jakarta ini saya kira jauh lebih banyak," tegas Dicky.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501 Tahun 2010 status KLB ditetapkan saat timbulnya atau meningkatnya kesakitan dan/atau kematian dalam kurun waktu tertentu yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Pada kondisi ini, sudah semestinya status KLB diterapkan.

"Kenapa harus ditetapkan sebagai KLB, karena kriterianya terpenuhi. Pemahaman mendasar dari KLB adalah adanya satu kejadian yang tidak lazim. (Gagal ginjal akut) ini kan tidak lazim karena adanya kematian dalam waktu yang relatif periodenya sama dan tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini kan masuk kategori KLB," ucap Dicky.

Status KLB sebagai penanganan kasus-kasus gagal ginjal akut, menurut Dicky, menjadi penting. Sebab, ketika satu penyakit yang serius ditetapkan sebagai KLB, maka mobilisasi sumber daya hingga koordinasi menjadi lebih terpenuhi oleh satu regulasi.

Dengan begitu, kondisi keterbatasan finansial, SDM, hingga teknologi yang diperlukan dalam penanganan kasus pada suatu daerah bisa terbantu.

"Meskipun memang di sisi pemerintah tidak akan mengenakkan, menunjukkan satu kejadian yang misalnya, obat yang ada di Indonesia tercemar atau kelemahan dalam aspek pengawasan, ya apa boleh buat. Itu memang faktanya," ujar Dicky.