JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengupayakan agar pembayaran utang dari PT Minarak Lapindo Jaya dapat dilakukan secara tunai. Namun, pembayaran secara tunai ini bukan satu-satunya opsi yang ditawarkan kementerian pimpinan Sri Mulyani Indrawati ini.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan pembayaran secara tunai adalah opsi utama yang diinginkan pemerintah. Meskipun ada opsi lain yang juga sedang dipertimbangkan untuk menyelesaikan masalah ini.
"Mereka mau menyerahkan aset, kami jajaki itu. Kami akan lihat aset mana, aset wilayah terdampak yang ditawarkan akan kami lihat," katanya, dalam diskusi virtual, Jumat, 4 Desember.
Menurut dia, pihaknya akan sepakat jika memang nilainya setara. Namun jika tidak mencukupi pemerintah akan melakukan cara lain termasuk dengan pembayaran secara tunai yang menjadi opsi utama.
"Pembayaran tunai adalah tetap menjadi opsi utama bagi kami," jelasnya.
Saat ini pemerintah, kata Isa, telah berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyelesaikan kasus Lapindo ini. Hanya saja ia enggan membeberkan secara rinci langkah apa yang akan diambil pemerintah.
"Tapi intinya, esensinya adalah kami mau berprogres dengan mencoba berbagai cara agar kewajiban Lapindo itu bisa dipenuhi," ucapnya.
Menurut Isa, Lapindo memang diketahui menawarkan aset tanah yang dimiliki sebagai pembayaran utangnya kepada pemerintah. Hanya saja, pembayaran utang dengan aset (asset settlement) tidak bisa dilakukan begitu saja karena nilainya harus dihitung terlebih dulu.
BACA JUGA:
"Jadi itu akan kami lihat, kami akan valuasi, kalau memang nilainya ada, cukup, ya enggak masalah, akan kami ambil juga. Tapi kalau tidak mencukupi, kita menghendaki cara-cara yang lain termasuk yang selalu kami minta sekarang ini adalah pembayaran tunai," tuturnya.
Sekadar informasi, Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya belum memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang kepada pemerintah. Padahal, dalam perjanjian yang diteken pada Juli 2015, disebutkan utang tersebut harus lunas pada Juli 2019.
Lapindo baru menjalankan kewajibannya membayar cicilan terakhir pada Desember 2018 dengan nilai sebesar Rp5 miliar. Padahal, total utang Lapindo adalah Rp731 miliar sebagai utang pokok. Ditambah dengan bunga 4 persen, maka total menjadi sekitar Rp773,382 miliar.