Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah masih berupaya melakukan penagihan utang jatuh tempo PT Lapindo Minarak Jaya. Besaran utang perusahaan milik keluarga Bakrie tersebut membengkak hingga Rp2 triliun lebih, karena sudah jatuh tempo sejak Juli 2019.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengatakan bahwa utang Lapindo per 31 Desember 2020 adalah sebesar Rp2.233.941.033.474. Adapun jumlah tersebut termasuk pokok, bunga dan denda yang harus dibayar.

"Sudah jatuh tempo berikut bunga dan denda itu sekarang harusnya sudah di atas Rp2 triliun. Semakin lama dendanya akan kami hitung. Itu dasarnya nanti," katanya dalam bincang bareng DJKN secara virtual, Jumat, 28 Januari.

Hingga saat jatuh tempo, Lapindo baru mencicil satu kali pada 20 Desember 2018 senilai Rp5 miliar dari total utang Rp773,8 miliar. Belum ada pembayaran lanjutan, sehingga utangnya makin bertambah karena denda terus berjalan.

Lapindo sudah minta aset disita

Menurut Rio, pihak Lapindo sudah meminta agar aset yang bersangkutan disita untuk melunasi utangnya. Namun, kata Rio, pihaknya lebih memilih agar pembayaran utang dilakukan secara tunai bukan aset.

"Pihak yang bersangkutan menyatakan bahwa tolong diambil tanahnya. Nah kami di DJKN tidak serta merta seperti itu, betul ada perjanjian yang mengatakan itu jaminan. Tapi yang diutamakan adalah pembayarannya," jelasnya.

Rio mengatakan saat ini tim penilai sedang melakukan penilaian untuk menghitung jumlah aset Lapindo jika memang aset tersebut harus disita, sebagai jalan terakhir.

Meski begitu, Rio mengatakan berapapun kekurangannya, tetap dihitung dan harus dibayarkan jika jumlah aset lebih kecil dari jumlah utang.

"Manakala kemudian yang bersangkutan menyatakan tidak bisa membayar dan harus menyerahkan jaminan, kita lihat dulu jaminannya itu ada nilainya atau tidak. Penilai sudah bekerja dan penilaian itu sudah dilakukan. Sekarang sedang kita lihat," ucapnya.