Langganan Banjir dan Gempa, Sekolah di Indonesia Masih Lemah Edukasi Kebencanaan ke Siswa
Presiden Jokowi meninjau Program Tagana Masuk Sekolah dan Kampung Siaga Bencana di SDN Panimbang Jaya 1, Banten, Senin 18 Februari 2019. (Antara-Puspa P)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Dr. Jejen Musfah MA menilai pentingnya memasukan edukasi kebencanaan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah atau madrasah.

Menurutnya, edukasi kebencanaan bagi warga sekolah tanpa terkecuali juga dapat memberikan pemahaman yang baik ketika berhadapan dengan bencana seperti banjir, longsor, atau gempa.

"Penting sekali memulai mengedukasi dunia pendidikan kita dengan pendidikan kebencanaan baik di radio televisi maupun datang langsung ke sekolah dikumpulkan di satu wilayah agar warga sekolah punya pemahaman yang baik bagaimana harus bertindak pada saat terjadi banjir, longsor dan sebagainya," ucapnya, dikutip dari Antara, Jumat 7 Oktober.

Dia bilang pendidikan di Indonesia masih belum optimal dalam menerapkan edukasi kebencanaan. Padahal di satu sisi, kerap diterpa banjir atau gempa. Maka itu penting menurut Jejen, sekolah bersama pemerintah menyosialisasikan edukasi ini.

Siswa TK mengikuti edukasi mengenal kebencanaan erupsi Gunung Merapi di Sungai Poitan, Klaten, Jateng, Kamis 6 Oktober 2022. (ANTARA-Aloysius J N)

Selain itu, pengamat yang menyelesaikan pendidikan Doktornya di Universitas Islam Nusantara Bandung ini juga mengingatkan untuk warga sekolah dan sekitarnya untuk memperbaiki saluran air dan jalan-jalan berlubang di sekitar sekolah. Hal ini demi keselamatan guru dan siswa yang pergi ke sekolah.

"Anak-anak yang sekolah membawa kendaraan motor atau sepeda untuk ekstra hati-hati karena kondisi jalan kita banyak lubang dan itu tertutupi oleh air genangan air sehingga bila perlu naik kendaraan umum. Juga tentu saja anak-anak warga sekolah untuk membawa jas hujan atau payung," tuturnya.

Jejen juga menyarankan dalam kondisi tertentu sekolah atau madrasah harus menyiapkan skema hibrida dan tidak memaksakan siswa atau guru untuk masuk sekolah jika kondisi tidak memungkinkan.

"Artinya, sekolah dan madrasah tidak boleh memaksa anak-anak untuk tatap muka karena prinsip kita adalah kesehatan keselamatan siswa atau warga sekolah lebih penting dibanding pendidikan itu sendiri. Tidak menutup kemungkinan siswa-siswi kita rumahnya banjir atau tergenang dan lain-lain," ucap Jejen.

Selain itu perlu juga adanya surat edaran dari pihak-pihak terkait tentang pola pembelajaran di situasi cuaca saat ini dan mengingatkan bahwa prinsip pendidikan tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan warga sekolah alih-alih mewajibkan mereka datang ke sekolah.

Terkait kejadian sekolah madrasah ambruk di Cilandak, Jakarta Selatan pada Kamis 06 Oktober, Jejen berharap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Menteri Agama untuk mengatur dana perbaikan sekolah yang mengancam keselamatan warga sekolah.

"Ini juga PR besar di akhir dua tahun Mendikbud dan Menteri Agama untuk mungkin refocusing dana, kalau kemarin untuk COVID-19 sekarang saya kira untuk renovasi bangunan sekolah yang bisa mengancam keselamatan bahkan nyawa warga sekolah," tandasnya.